SPPT PBB BUKAN BUKTI HAK
Seseorang yang mengaku sebagai pemilik tanah letter C (belum sertipikat) melakukan negoisasi dengan saya dan sudah terjadi deal.
Saya minta dia tunjukkan bukti haknya berupa letter C yang asli. Ternyata dia hanya bisa menunjukkan bukti hak berupa 2 lembar SPPT PBB atas nama dia. Saya tahu bahwa SPPT PBB bukanlah bukti hak atas tanah.
Akhirnya saya bersama seorang Ibu yang "mengaku" sebagai pemilik tanah tersebut mendatangi kantor Kelurahan menemui pak Carik (Sekdes) yang didampingi pak Kadus (kepala dusun) untuk legal clereance dan investigasi data.
Saat dibuka BUKU TANAH C DESA beserta petanya, ternyata masih tercatat atas nama Mr X yang adalah bapak dari Ibu pemilik tanah, yang sudah meninggal dunia. Artinya Ibu tersebut tak bisa bertindak selaku penjual yang menandatangani AJB PPAT jika belum ada SURAT KETERANGAN WARIS dari semua ahli waris, serta KUASA WARIS yang menunjuk Ibu tersebut selaku penerima kuasa.
Saat ditelusuri lebih lanjut, ternyata Mr X meninggal dengan status punya 2 istri, yaitu istri A (2 anak) dan istri B (6 anak). Bahkan 2 anak dari istri B sudah meninggal dan haknya menurun kepada cucunya Mr X. Wuih makin ribet.
Tapi saya melihatnya justru sebagai peluang. Yaitu saya ikat dengan tanda jadi Rp 5 jt dulu, dan pembayaran DP 1 sebesar Rp 150 jt dilakukan setelah kuasa waris selesai dibuat. Ini bisa memakan waktu 2 - 3 minggu. Selama menunggu kuasa waris dibuat, kami sudah diijinkan melakukan penataan lahan seperlunya.
Ssssttt ..., tentu saja sambil melakukan pemasaran. Siapa tahu DP konsumen bisa cukup untuk membayar DP jatuh tempo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.