BETULKAH MERINTIS BISNIS PROPERTI SEBAGAI PENGEMBANG BENAR-BENAR GAMPANG??? Silahkan simak jawabannya disini : http://bukupengembangproperti.blogspot.com/2012/03/merintis-bisnis-properti-sebagai.html

Cari Artikel Menarik Disini

Kamis, 02 Juli 2015

BINI BOSAN JIKA PAKAI GAYA YANG ITU ITU SAJA

CONTINUOUS IMPROVEMENT


Jangan pernah berhenti melakukan improvement, karena kita sebagai manusia dikaruniakan akal serta naluri untuk terus berbenah dan mencari hal-hal yang lebih baik dalam kehidupan kita. Itu kalimat pembuka saya untuk artikel ini.

Kita semua berproses. Mirip pengantin baru yang di partai pembuka hanya tahu gaya konvensional. Tapi di tahun kelima sudah menguasai 100 gaya ala kamasutra. Karena mereka selalu mencoba dan melakukan eksplorasi, hingga kemudian menemukan gaya-gaya favorit dan terbaik yang membuat dirinya dan pasangannya merasa nikmat.

Tadi malam saya sedang membuka-buka modul workshop properti yang biasa saya pakai saat mengajar murid-murid Perguruan Kungfu Properti (PKP). Saya kaget saat modul materi workshop properti yang dulunya hanya 50 halaman, tak terasa saat ini sudah menjadi 95 halaman. Setiap ada kasus baru dan pembelajaran baru di dunia nyata yang saya jalani sebagai praktisi properti, biasanya langsung saya buat pelajaran empirisnya dalam kemasan yang mudah dipahami.

Semakin banyak pengalaman empiris yang saya sajikan ketika berburu lahan hot deal serta negosiasi alot dengan pemilik tanah. Variannya makin banyak, legalitasnya makin menyisakan sedikit celah. Karena semua kejadian pahit atau pengalaman buruk yang saya alami di dunia nyata, memberi inspirasi untuk tambahan klausul baru supaya anda semua pelaku baru di bisnis properti jangan sampai terantuk batu sandungan yang sama.

Misal; kebiasaan buruk pemilik tanah yang minta kasbon padahal belum ada kewajiban jatuh tempo. Itu saya antisipasi dengan penambahan klausul diskonto 3% perbulan jika mereka melakukannya. Jadi kita tidak rugi secara bisnis.

Misal; kejadian pahit yang saya alami di Bantul saat ijin tak bisa terbit dan akibatnya investor minta duitnya ditarik balik yang membuat saya kelimpungan. Saat ini saya sudah siapkan klausul antisipasinya dengan cara menanggung kerugian secara proporsional. Jika proporsi profit sharing adalah 70:30, maka proporsi risk sharing juga 70:30. Jadi dalam kondisi proyek ada untung kita dapat profit 30% meski tidak setor modal karena saham kita berstatus goodwill. Dalam kondisi proyek rugi, saya harus ikut menanggung kerugian 30%. Bukan saya mengembalikan modal investor 100% dan saya frustasi menanggung kerugian sendiri.

Itu semua disebut CONTINUOUS IMPROVEMENT. Kita semua harus berkembang dan melakukan perbaikan. Baik itu didalam bisnis, didalam kehidupan, didalam percintaan, dll. Belajar dari pengalam sebelumnya untuk meningkatkan kualitas di masa depan yang lebih baik.

Siapkah anda melakukannya???

Foot note : CONTINUOUS IMPROVEMENT adalah usaha-usaha berkelanjutan yang dilakukan untuk mengembangkan dan memperbaiki produk, pelayanan ataupun proses, dalam upaya mendapatkan 'bentuk terbaik' dari improvement yang dihasilkan, solusi terbaik dari masalah yang ada, yang hasilnya akan terus bertahan bahkan berkembang lebih baik lagi.


SIAPA BERMINAT MEWARISI PROYEK DI 3 KOTA?

ENTAH KALKULATORNYA MERK APA
Senang banget bisa menanda-tangani Surat Kesepakatan Bersama untuk 3 lokasi proyek sekaligus, yaitu di Palangkaraya, Bandung, dan Banjarmasin. Ini kejadian tahun 2013 yang lalu. Kesepakatan itu saya tanda-tangani dengan seorang juragan besar yang punya lahan miliknya sendiri sekaligus sanggup menyediakan modal kerjanya. Saya dapat saham goodwill 20%.

Action Plan juga sudah saya buat, dengan laba yang menarik dan disitu disebutkan bahwa saya dapat gaji dan tunjangan operasional Rp 5 juta/proyek. Jadi dari 3 proyek tersebut saya dapat Rp 15 juta/bulan. Urusan tiket pesawat, transportasi, akomodasi dll selama saya mengurusi proyek ini saya tanggung sendiri.

Jangan lihat angkanya. Dari nilai segitu selain terpakai untuk beli tiket pesawat, biasanya saat saya datang inspeksi ke proyek, duitnya juga terpakai buat mentraktir anak buah untuk makan-makan atau sing song bersama. Yang masuk kantong hanya sisanya saja kisaran 20%.

Oh ya, kebiasaan saya adalah justru memberikan alokasi gaji tertinggi kepada Project Manager yang saya tempatkan disitu dan incharge everyday. Artinya profesional tersebut adalah orang yang saya tunjuk dan bekerja dibawah mentoring saya. Saya yang tidak hadir secara fisik hanya memikul tanggung jawab saja terhadap mitra pemodal dan pemilik tanah. Saya tak mau mengambil budget gaji melebihi Project Manager.

Sebulan berlalu. Saya sempat ke Palangkaraya 2 hari, ke Banjarmasin 1 hari, ke Bandung 2 hari. Hari lainnya saya pakai untuk mengurusi proyek-proyek lain yang sedang saya kembangkan. Sejak awal si juragan yang jadi mitra saya tersebut tahu persis bahwa saya adalah praktisi properti yang punya banyak mitra dan kembangkan banyak proyek di berbagai kota.

Saat akhir bulan tiba, kami ajukan pencairan biaya  gaji. Maksudnya gaji saya dan gaji karyawan proyek. Kaget banget ketika saat uang dikirim, alokasi gaji saya cuma disetujui 3 jt saja (kalau gaji karyawan disetujui penuh). Alasannya karena saya cuma hadir 5 hari saja. Jadi dibayar proporsional 5/25 x 15 jt = 3 jt.

Saya komplain, dan oleh mitra saya tersebut saya diminta berurusan dengan anaknya perempuan yang baru saja lulus magister bisnis di Amerika. Katanya urusan ini dia limpahkan ke anaknya tersebut. Saya sudah berbicara baik-baik, tapi dia tetap bersikeras bahwa jika saya mau menerima gaji penuh, maka saya harus ngantor 25 hari sebulan, meski boleh berpindah-pindah lokasi proyek.

Hahaha ... Saya tertawa tapi juga tersenyum kecut. Rupanya saya dianggap pegawainya yang diperhitungkan dengan BASIS HARI KERJA, bukan berdasar BASIS KINERJA (hasil). Jadi upah saya dibayar jika saya hadir. Jika tidak hadir maka saya tidak dibayar upahnya.

Lha berarti saya nombok dong, dibayar 3 juta harus beli tiket pesawat sendiri, hotel sendiri, ke Bandung, Banjarmasin dan Palangkaraya. Belum lagi biaya karaoke makan-makan bersama anak buah. Ini jelas tidak cocok dengan mindset saya yang memposisikan diri saya sebagai pengusaha, bukan pegawai. Ya andaikata dia tak mau anggap saya sebagai mitra pengusaha, setidaknya anggap saya sebagai konsultannya. Yang tak punya kewajiban ngantor setiap hari.

Saya geleng-geleng kepala. Anak juragan ini kalkulatornya merk apa ya? Koq hitungannya pelit bener. Apa layak dan wajar mengkondisikan saya dalam posisi defisit? Meski status dia lebih tinggi karena punya tanah dan punya modal, tapi perlu diingat bahwa dia juga butuh profesional untuk mengelola proyeknya. Tanpa profesional, tak ada yang eksekusi di lapangan.

Ini hukum keseimbangan. Selama tak ada azas fairness, mana bisa sebuah hubungan berlanjut. Kondisi tak nyaman membuat saya memutuskan untuk pergi. Beberapa personil yang saya datangkan dari Jawa juga langsung saya ajak exodus. Saya mengirimkan email tentang mundur secara sepihak dari kesepakatan yang ditanda-tangani. Dan untuk penegasan saya menelpon sang juragan bahwa saya pamit. Bye bye ...

Beberapa personil yang saya tarik dari 3 proyek tersebut kemudian saya tempatkan di proyek lain yang juga dibawah saya.

Barangkali ada yang mau menggantikan saya? Ntar saya rekomendasikan kepada pak juragan. Lumayan lho dapat profit 20% dan gaji 15 juta perbulan, hahaha ...

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

ShareThis