BUKAN PROPOSAL KAMBING
Pak AW, apakah saya bisa bertemu? Saya punya penawaran menarik buat bapak.
Penawaran apa? Lahan untuk kerjasama atau bagaimana? Kalau hanya penawaran tanah untuk dibeli putus, maaf lho saya tidak berminat. Saya maunya ditawari opportunity, bukan ditawari tanah.
Beres pak, kutahu yang bapak mau ........ (malah jawabnya kayak iklan soft drink)
Esoknya seseorang yang bernama mas Roni tersebut datang ke kantor saya dengan bapaknya dan istrinya dan anaknya. Lho, ini mau kondangan apa bicara bisnis koq datang rame-rame seperti ini ke kantor saya.
Rupanya mereka ini menawarkan sebuah kerjasama pengembangan proyek. Katanya sudah dapat lahan kerjasama yang bisa dibangun jadi 18 kavling (tapi tidak menunjukkan siteplannya). Katanya sudah laku terjual 9 unit alias separohnya (tapi tidak menunjukkan brosurnya, padahal memasarkan pasti pakai brosur).
Mereka mengeluarkan selembar kertas berisi perincian singkat yang kalau tak salah ingat bunyinya seperti ini (maklum dibawa balik kembali) :
Harga Jual T-45/84 = Rp. 340.000.000
Jumlah Rumah = 18 unit
Nilai Omset = Rp. 6.120.000.000
Laba Per Unit = Rp. 75.000.000
Laba Total = Rp. 1.350.000.000
Kebutuhan Modal = Rp. 1.000.000.000
Pembagian Laba
Laba Pengelola (80%) = Rp. 1.080.000.000
Laba Pemodal (20%) = Rp. 270.000.000
Rupanya mereka menawarkan kepada saya untuk menjadi pemodal di proyek mereka, dengan menyertakan modal 1 milyar selama 12 bulan, dengan hasil senilai 270 juta. Katanya laba ini sangat menarik, karena 3x dibanding bunga deposito, bahkan yang ini sudah nett tanpa dipotong pajak. Mereka siap menanda-tangani perjanjian kerjasama yang dibuat secara notariil.
Hehehe ..., saya hampir tak bisa menahan senyum mendengar presentasi mas Roni yang sangat enerjik dan berapi-api itu. Saya suka dengan gayanya, tapi maaf kalau menawarkan return of investement dengan komparasi bunga deposito, kayaknya bukan tempatnya deh. Penawaran seperti itu hanya berlaku bagi mereka yang punya banyak duit, tapi tidak tahu bagaimana memutar uangnya dalam sebuah bisnis riil. Sedangkan saya ini arranger proyek merangkap profesional di bisnis properti yang punya skill untuk memutar modal dengan target laba yang sangat-sangat tinggi. Jadi maaf 27% setahun bakal saya pandang sebelah mata.
Saya sampaikan kepada mas Roni bahwa buat saya sebuah proyek baru dianggap layak jika memenuhi KAIDAH 1:2:3, yaitu : MODAL 1 / DAPAT LABA 2 / DALAM WAKTU 3 TAHUN. Artinya modal 1 milyar harus dapat laba 2 milyar dalam waktu 3 tahun. jadi target laba pertahunnya adalah 65%. Tanpa memenuhi kaidah 1:2:3, dianggap proyek tidak layak (not feasible) untuk dieksekusi.
"Waduh..., tinggi sekali. Lalu kami yang capek-capek kerja dapat bagiannya tidak banyak dong?", komplain mas Roni.
Saya jelaskan bahwa selama tanah tidak harus membayar lunas (beli kontan) dan hanya membayar maksimal 20% saja dari harga tanah, maka rasio modal terhadap laba dijamin tinggi sekali. Jadi kalau labanya tinggi, meskipun harus membagi kepada pemodal masih tetap ada sisa yang lumayan besar untuk dinikmati oleh profesional yang mengelolanya.
Muka mas Roni nampak buram mendengar penjelasan dari saya. Tapi saya tidak peduli, malah saya teruskan kritikan (tepatnya masukan) kepada dia. Saya jelaskan bahwa kalau mau menawarkan sebuah proyek kepada investor, syarat dasarnya ada 2, yaitu ;
1. LABA INVESTASI MENARIK
2. INVESTASI AMAN KARENA MENGIKAT KEPADA ASET TANAH
Laba 27% tidak menarik, harus bisa memberikan target laba minimal 65% setahun. Kenapa setinggi itu? Karena yang namanya target itu bisa meleset, jadi kalau targetnya saja sudah rendah kalau meleset ya makin rendah. Dan orang yang punya duit sebesar itu pastinya adalah orang tajir yang mungkin juga mampu memutar uangnya didalam bisnis riil, bukan sekedar ditempatkan dalam bentuk deposito. Jadi jika iming-imingnya kurang menarik, tak bakal membuat mereka bersedia menjadi pemodal proyek kita.
Investasi ratusan juta atau milyaran tentunya harus memberikan rasa aman kepada investor. Jika sabuk pengaman itu hanya berupa perjanjian secara notariil, apalah artinya? Itu hanya selembar kertas yang tidak mengamankan apapun uang investor. Jurus paling jitu adalah nama investor harus mengikat ke aset tanah, misalnya ;
1. Tanah dibalik nama ke investor tetapi dilakukan pengakuan hutang kepada pemilik tanah.
2. Tanah dibalik nama ke PT baru (gabungan antara investor + pemilik tanah + pengelola) dan dilakukan pengakuan hutang kepada pemilik tanah.
3. Investor seolah menjadi pembeli atas sekian unit kavling dengan luasan tertentu (kasusnya kalau yang dikembangkan adalah proyek yang sertipikat pecahan sudah ada).
Baca dan cari artikel berjudul JURUS KADAL BUNTUNG di blog ini.
Yang paling pedas adalah; saya katakan bagaimana mungkin anda mau meminta orang memodali proyek anda dengan investasi senilai 1 milyar, tapi materi presentasinya asal-asalan? Hanya selembar kertas yang tidak cukup informatif dan tidak meyakinkan sama sekali. Mestinya bawa ACTION PLAN atau BUSINESS PLAN yang informatif. Ada gambar site plan nya, ada hitung-hitungannya. Mulai dari HPT (harga pokok tanah) sampai dengan harga jualnya. Kemudian bisa menyebut laba per unit Rp 70 juta itu angkanya berasal dari mana? Bukan muncul begitu saja tanpa dasar yang jelas.
Lha mahasiswa yang sekedar minta bantuan kambing seekor buat Idul Adha di masjid saja proposalnya bagus dan rapi koq (dijilid rapi, cover warna, konten beberapa lembar). Ini mau minta investasi 1 milyar koq hanya pakai kertas selembar dengan informasi yang ala kadarnya. Kalah sama proposal minta bantuan kambing. Dan sepertinya dia belum tahu kalau saya itu juga menjalankan peran yang sama dengan dia, yaitu jadi arranger proyek. Tapi business plan buatan saya tak sesimpel itu deh, hahahaha .......
Andaikata saya hanya maju ke investor dengan 1 lembar kertas, maka selembar business plan itu adalah berupa EXECUTIVE SUMMARY seperti contoh dibawah ini :
Apa yang ada di otak investor saya tahu persis, yaitu ada 3 hal dibawah ini ;
1. Berapa MODAL yang harus ditanam?
2. Berapa lama UMUR PROYEK?
3. Berapa LABA yang menjadi bagian investor?
Jadai 3 hal pokok tersebut harus ada dalam lembaran paling depan di EXECUTIVE SUMMARY. Karena yang namanya INVESTOR, hakekatnya adalah melakukan INVESTASI, dan INVESTASI menurut saya adalah "Rasio Modal Terhadap Laba Dan terhadap Waktu". Jika secara investasi menarik,selanjutnya investor atau pemodal akan menanyakan penjelasan secara detail darimana kita mendapatkan angka-angka tersebut, yang bisa kita paparkan dalam sebuah ACTION PLAN lengkap dan detail.
Note : Cara membuat ACTION PLAN diajarkan didalam workshop KETEMU JIN PROPERTI
Sobat properti, pelajaran terpenting dalam artikel ini adalah bahwa jika anda mau melakukan preentasi kepada calon investor, seharusnya membuat BUSINESS PLAN yang informatif dengan konten utama menunjukkan bahwa return of investmen yang dinikmati oleh investor haruslah menarik, Sajikan dalam berkas presentasi yang meskipun singkat padat tapi kemasannya profesional.
Syukur-syukur anda sudah mampu menyajikan ACTION PLAN dengan halaman terdepan berupa Executive Summary seperti contoh diatas, tentunya lebih mudah bagi anda untuk meyakinkan calon investor.
Ayo, upgrade skill anda ....
AriWibowoJinProperti.blogspot.com merupakan blog pribadi Ir. Ari Wibowo (AW Jin Properti) yang berisi tips trik seputar bisnis properti, yang disampaikan dengan humor namun serius.
Cari Artikel Menarik Disini
Kamis, 01 Mei 2014
ORANG SUSAH DILARANG CEREWET
Dulu rumah luasan kecil type 21 atau 36 disebut sebagai RSS (rumah sangat sederhana). Perkembangan berikutnya dikoreksi menjadi RSH (rumah sederhana). Tapi akibat AMPHAS (asosiasi masyarakat pemilik hunian sempit) melakukan komplain dan minta diberi sebutan yang lebih manusiawi, sekarang pemerintah menyebutnya dengan istilah RST (rumah sejahtera tapak).
Mau diberi sebutan apapun dan sebagus apapun, substansinya tetap saja rumahnya berukuran sempit, kalau bukan T-21 ya T-36. Mau didesain arsitek lulusan UNDIP atau STM tidak tamat, tetap saja munculnya bangunan 1 kamar atau 2 kamar, dengan penempatan KM/WC dibelakang kamar atau diapit 2 kamar. Tak bisa lebih dari itu.
Saya pernah mengembangkan perumahan sederhana di Karawang, Purwakarta, Bogor, Jepara, Sukabumi, dan saat ini di Rajeg Tangerang. Bahkan yang di Dermaga Bogor luasnya 19 ha dengan jumlah rumah 1113 unit. Jadi kalau saat ini ingin berbagi pengalaman soal memasarkan dan membangun RST, ya semoga saja ada yang mau dengar, karena pengalaman empiris saya soal ini lumayan mencukupi.
Sobat properti, jika anda membangun RST, maka jurus yang paling manjur dan bisa diandalkan adalah COST LEADERSHIP, yaitu menjual rumah dengan harga lebih murah dibanding harga kompetitor, akan tetapi dengan level benefit yang sama.
Misal ; pesaing menjual T-36/72 seharga Rp 88 juta, maka jika anda menjual type yang sama seharga Rp 85 juta, maka itu adalah sebuah competitive advantage yang mampu membuat konsumen berpaling ke produk anda. Konsumen di segmen ini sangat 'sensitif' terhadap isue harga. Beda harga sedikit saja mampu membuat mereka memilih produk anda.
Membandingkan harga produk tentunya harus dengan level benefit yang sama. Jangan sampai anda mengklaim harga jual lebih murah dengan spec dinding batako, sementara pesaing memakai bata merah. Jika sama-sama bata merah tetapi harga produk anda lebih murah, barulah itu bisa disebut produk anda memiliki keunggulan kompetitif.
Jika saya meyakini bahwa harga jual yang murah adalah jurus paling jitu memasarkan RST, maka di artikel ini sekalian saya ingin berbagi kepada anda tentang bagaimana mereduksi harga bangunan agar lebih hemat dan efisien.
Paradigma penting yang harus dipakai adalah "Jangan memakai kacamata anda untuk melihat produk RST". Konsumen RST tidak berada di level yang sama dengan anda. Mereka hanya berada di zona NEED (kebutuhan), bukan WANT (keinginan) apalagi EXPECTATION (harapan). Mereka kelompok konsumen yang asal punya rumah sudah bersyukur, karena bisa berteduh dari hujan dan terhindar dari panas terik matahari. Bukan seperti anda yang lihat acian tembok kasar sedikit sudah ngomel-ngomel. Mereka kelompok konsumen yang melihat warna cat memudar di bulan ke 6 tenang-tenang saja. Tak seperti anda yang cerewet soal hal ini dan langsung komplain ke pengembangnya melihat warna cat nya sudah memudar.
Kelompok konsumen RSH tak banyak menuntut. Mereka sadar bahwa orang susah seperti mereka tak boleh cerewet, hahaha ... Isinya hanyalah bersyukur dan bersyukur, bahwa dibalik kesusahan mereka, ada pihak yang membantu mengupayakan mereka memiliki sebuah rumah.
Sobat properti, meski tak pernah memiliki sertifikat profesi dari IAI (Ikatan Arsitek Indonesia), saya adalah sarjana arsitektur lulusan Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang. Saya mendesain sebuah rumah kelas RST yang biaya konstruksinya sangat murah. Tahun 2013, saya mengerjakan bangunan ini dengan harga borongan Rp 1.000.000/m2 di Jepara. Dan awal 2014 mengerjakan bangunan ini dengan harga borongan Rp 1.100.000/m2 di Sukabumi.
Filosofinya ada 2 hal pokok ;
A. Hindari Pemakaian Atap Genting
Genting adalah jenis material penutup atap yang berat. Sehingga konstruksinyapun mahal, harus ada gording, kasau dan reng. Saat ini banyak yang memilih cara praktis dengan memakai rangka atap baja ringan. Tetap saja biayanya mahal, karena penutup atapnya berupa genting yang terbuat dari material beton. Meski kita memilih kualitas genting beton yang rendah, harganya tetaplah mahal.
B. Hindari Bidang Dinding Yang Terlalu Banyak Tekukan
Setiap tekukan dinding akan membawa konsekwensi terjadinya penambahan kolom praktis, dan yang namanya kolom pasti mengandung unsur besi dan beton, yang membuat biaya konstruksi menjadi bengkak. Jika dalam bidang dinding selebar 6 m tanpa ada tekukan, mungkin hanya diperlukan 3 kolom struktur saja. Tapi jika ada tekukan, bisa-bisa harus menambah 1 atau 2 kolom praktis. Jika setiap kolom praktis setinggi 325 cm mengandung besi dan beton, hitung saja berapa pembengkakan biaya yang timbul.
SOLUSI dan APLIKASI
Buatlah desain tampak bangunan yang tidak memakai penutup atap berbahan genting. Tampak depan cukup bidang dinding saja yang diolah dengan sedikit aksentuasi penebalan dan permainan warna cat saja. Atap dibuat 1 kemiringan ke belakang, jangan model pelana yang memakai bubungan. Pakai atap galvalum alias spandek yang ringan dan murah rangka konstruksinya. Tak perlu pakai kuda-kuda apalagi rangka atap baja. Hanya gording beberapa batang berupa baja canal C yang melintang dengan bertumpu di gunungan dinding (lihat gambar). Ini membuat biaya konstruksi menjadi lebih murah.
Kekurangan dari pemilihan material atap spandek atau galvalum ini adalah jika terjadi hujan lebat, maka suaranya bakal pletok-pletok keras sekali. Tapi sekeras-kerasnya bunyi hujan menimpa atap. Yang penting air hujannya tidak bocor masuk ke kamar. Namanya saja rumah murah, pasti penghuninya (maaf) orang susah. Dan aturan mainnya adalah bahwa orang susah dilarang cerewet apalagi komplain. Kondisi yang ada harus diterima dan disyukuri. Punya rumah tidak bocor saja seharusnya disyukuri.
Denah dibuat kotak tanpa banyak tekukan. Jika kita mendesain type 36, buat saja bangunan 6 x 6. Jika membuat type 21, buat saja 6 x 3,5. Rumah murah dindingnya harus 1/2 bata alias dinding kongsi. Jadi 1 dinding dipakai bersama untuk kanan dan kiri. Ada resiko suara tetangga bakal terdengar dan tembus. Tapi namanya orang susah dengan rumah type kecil aturannya adalah dilarang cerewet apalagi komplain. Kondisi yang ada harus diterima dan disyukuri, hahhaa ..
note : artikel ini belum tuntas, nanti akan diunggah contoh denah dan juga potongannya
Langganan:
Postingan (Atom)