CARA SUSAH JADI PENGEMBANG
Seseorang
mengontak saya via sms, dan menyatakan niat ingin berkonsultasi soal properti.
Sebut saja namanya pak Farhat, yang memulai pembicaraan dengan bertanya apakah tanah
seluas 1,5 ha dengan harga Rp. 400.000,-/m2 di daerah Cilebut Bogor layak
dikembangkan?
Saya
menjawab bahwa saya kurang referensi di daerah tersebut, meski dulu tahun 2004 –
2006 pernah tinggal 2 tahun di kota Bogor. Wajar tidaknya harga tanah tersebut
tentunya harus dikomparasi dengan harga tanah disekitarnya, selain melihat
letak lokasi tanah yang dimaksudkan,akses pencapaiannya, dan lain-lain. Mesti
dilakukan survei dulu, begitu pendapat saya.
Kapan pak AW
mau survei kesini?
Lho, kenapa
mesti saya yang survei kesana? Bukannya anda yang punya kepentingan dengan tanah
tersebut? Memangnya ada opportunity seperti apa dengan tanah tersebut? Tanya
saya kepada pak Farhat.
Pak Farhat
menjawab bahwa opportunity nya adalah masih ada tanah seluas 7 ha lagi
dibelakangnya yang bisa dibebaskan dengan harga lebih murah (kisaran Rp.
300.000/m2).
Wah, itu
bukan ooportunity yang saya maksudkan.
Saya mencoba
menjelaskan bahwa opportunity yang dimaksudkan adalah apakah pemilik nya
bersedia kerjasama? Pak Farhat menjawab tidak.
Kembali saya
bertanya apakah pemilik nya bersedia dibayar 15 s/d 20% saja, tapi tanahnya
boleh dibalik nama ke PT kita, kemudian dilakukan pengakuan hutang, dan dibayar
sesuai dengan progres penjualan serta AJB PPAT yang terjadi? Pak Farhat menjawab
bahwa kemungkinan pemilik nya tidak bersedia seperti itu.
Lalu apa
opportunity yang ditawarkan ke saya? Kalau hanya menawari tanah yang harus dibayar jreng, dimana-mana
juga banyak. Di Yogya saja banyak tanah yang dijual kalau pembayarannya harus cash keras. Alasan apa yang membuat saya harus berburu tanah sampai ke Bogor?
Sementara kantor dan pasukan saya berada di kota Yogya. Saya hanya mau
menjajagi peluang diluar Yogya jika ada tanah yang bisa dikerjasamakan, atau tanahnya
bisa dibayar dengan skim lunak.
Kalau begitu
pak AW datang saja ke Bogor, karena pak AW yang berkompetensi soal itu dan
lebih jago bernegosiasi, kata pak Farhat.
Wah, maaf.
Kalau saya harus merintis peluang yang dimulai dari nol, saya tidak bersedia
jauh-jauh terbang kesana dan nego kesana, karena itu akan membuang banyak waktu
dan biaya. Lagipula kalau akhirnya bisa deal, saya juga tak bisa membagi goodwill
apapun kepada pak Farhat, karena menurut saya peran pak Farhat hanya
menunjukkan adanya tanah dijual saja. Maaf, bukannya itu biasanya diperankan
oleh seorang broker (makelar)?
Saya sudah capek melakukan hal-hal yang tidak efisien dari segi waktu dan biaya. Karena saya sudah sering diadu dan dibenturkan dengan pemilik tanah. Maksudnya, ada pihak yang mencoba bermitra dengan saya tapi hanya MENYODORKAN TANAH. Bukan MENYODORKAN PELUANG. Menyodorkan tanah artinya hanya memberi-tahu ada tanah luas sekian meter persegi, dan dijual dengan harga sekian. Saya disuruh survei sendiri, nego sendiri, menghitung potensi bisnisnya sendiri. Tapi yang menyodorkan tanah berharap kalau jadi deal, dia akan mendapatkan goodwill lumayan dan diikut-sertakan dalam pengelolaan proyek. Padahal perannya hanya (maaf) semacam perantara saja. Ujung-ujungnya saat ketemu pemilik tanah, si pemilik minta pembayaran cash keras. Capek deh.
Mestinya kalau mau bermitra dengan saya, harus MENYODORKAN PELUANG, bukan sekedar menyodorkan tanah. Ambilah peran dengan melakukan negosiasi awal guna mendapatkan deal dengan pemilik tanah. Kalau bisa kerjasama murni, itu luar biasa. Kalau bisa DP maksimal 20% dan sisanya dibayar lunak sesuai progres penjualan, itu juga bagus.
Saya sudah capek melakukan hal-hal yang tidak efisien dari segi waktu dan biaya. Karena saya sudah sering diadu dan dibenturkan dengan pemilik tanah. Maksudnya, ada pihak yang mencoba bermitra dengan saya tapi hanya MENYODORKAN TANAH. Bukan MENYODORKAN PELUANG. Menyodorkan tanah artinya hanya memberi-tahu ada tanah luas sekian meter persegi, dan dijual dengan harga sekian. Saya disuruh survei sendiri, nego sendiri, menghitung potensi bisnisnya sendiri. Tapi yang menyodorkan tanah berharap kalau jadi deal, dia akan mendapatkan goodwill lumayan dan diikut-sertakan dalam pengelolaan proyek. Padahal perannya hanya (maaf) semacam perantara saja. Ujung-ujungnya saat ketemu pemilik tanah, si pemilik minta pembayaran cash keras. Capek deh.
Mestinya kalau mau bermitra dengan saya, harus MENYODORKAN PELUANG, bukan sekedar menyodorkan tanah. Ambilah peran dengan melakukan negosiasi awal guna mendapatkan deal dengan pemilik tanah. Kalau bisa kerjasama murni, itu luar biasa. Kalau bisa DP maksimal 20% dan sisanya dibayar lunak sesuai progres penjualan, itu juga bagus.
Kalau pak Farhat
mau mendapat goodwill yang lumayan, ya mesti berani memulai dengan melakukan
negosiasi awal dengan pemilik . Akan saya pandu dengan pakem-pakem dasar yang
biasa saya jalankan, yaitu ;
-
- Uang muka maksimal 20% (duapuluh persen) dari harga tanah, dibayarkan saat PPJB notariil. Kemudian meminta grace period untuk melakukan pengurusan perijinan sampai dengan terbit Ijin Lokasi/Ijin Prinsip dari Pemda setempat. Ketika ijin sudah terbit (estimasi 2 s/d 4 bulan), maka hitungan waktu baru berlaku.
- Tanah kemudian dilakukan balik nama ke PT, dimana pihak PT menanda-tangani pengakuan hutang kepada pemilik sebesar 80% x harga .
- Menyepakati batas waktu pelunasan, dengan asumsi 1 tahun mampu memasarkan 1 ha tanah (hitungan dimulai diluar grace period)
- Pembayaran selanjutnya sesuai dengan progres penjualan, dengan realisasi pembayaran saat sudah dilakukan AJB PPAT dengan konsumen. (Pembayaran dilakukan dengan memperhitungkan nilai hutang terhadap luasan tanah efektif yang bisa dijual. Lihat contoh perhitungan)
Luas Tanah = 10.000 m2, harga Rp. 400.000/m2
Nilai Tanah = Rp. 4.000.000.000
Uang Muka 20% = Rp. 800.000.000
Hutang Tanah = Rp. 3.200.000.000
Luas Tanah (brutto) = 10.000 m2
Luas Tanah (netto) = 60% x 10.000 m2 = 6.000 m2
Pembayaran Tanah per 1 m2
= Rp. 3.200.000.000 / 6.000 m2
= Rp. 533.333/m2
Pak Farhat
mengatakan bahwa dia tidak terlalu paham dengan skenario diatas dan tidak percaya
diri untuk melakukan negosiasi dengan pemilik . Dia kembali mendesak (bahkan
setengah memaksa) saya agar bersedia datang ke Bogor untuk menemui pemilik dan melakukan negosiasi.
Saya tetap
menolak, karena banyak pekerjaan yang harus diurus. Jika pak Farhat mau jadi
pengusaha properti, ya dia harus mengambil peran untuk melakukan proses
negosiasi. Karena panduan dasar sudah saya berikan. Berhasil atau tidak itu
urusan nanti. Kalau tak pernah berani memulai, kapan bisa menguasai? Saya
memotivasi dia bahwa negosiasi tak harus deal, jika memang tak terjadi
kesepakatan yang menguntungkan pihak kita. Cari dan temukan peluang lain, yang
sesuai dengan kriteria kita. Mungkin harus berburu 50 peluang sebelum menemukan
1 peluang yang bisa masuk kategori good deal.
Pak Farhat
malah ngambek, dan menuduh saya setengah-setengah membantu dia. Haha .., ya
mana mungkin saya harus merespon semua penawaran yang masuk? Buang waktu buang biaya. Bahkan
seandainya dibiayai sekalipun, saya tetap tak akan bersedia karena akan
membuang banyak waktu saya. Tetap saya berharap siapapun yang ingin bermitra
dengan saya dan memulai bisnis properti harus memainkan perannya melakukan
negosiasi tanah.
Saya hanya membantu memberikan panduan. Jika sudah terjadi
deal awal, setidaknya pemilik membuka
wacana untuk proses kerjasama atau bayar skim lunak, dan tinggal meminta
penjelasan lebih detail dan terperinci, nah, baru disitulah saya memainkan
peran saya untuk maju sendiri bertemu pemilik tanah.
Selama deal
yang terjadi lunak dan menguntungkan kita, maka opportunity yang bisa kita
eksekusi sangat besar. Modal kerja yang harus disediakan tidak besar, jadi
kalau saya mesti mencarikan MPM (Mitra Pemilik Modal) atau investor, maka
ekspektasi dari MPM atas laba usaha juga tidak besar. Pasti proporsional dengan
modal yang diinvestasikan di proyek kita. Jika tanah harus dibayar kontan, maka
modal yang harus disiapkan sangat besar, dan laba yang diharapkan oleh pemilik
modal juga besar. Kita dapat apa? Hanya kerja bakti untuk pemodal saja.
Sobat properti,
kesimpulannya adalah begini; Jika anda hanya mau menawari tanah yang harus
dibayar jreng alias kontan alias hard cash, maka itu bukan DNA dan habit saya. Saya
ini mengajarkan CARA GAMPANG JADI PENGEMBANG. Kalau keluar modal besar sekali akibat harus bayar tanah jreng,
itu bertentangan dengan pakem saya. Itu namanya CARA SUSAH JADI PENGEMBANG,
karena mesti susah payah mencari pemodal.
Jika anda
(maaf) sesungguhnya hanyalah broker (mediator) yang ingin memasarkan tanah
dagangan anda, maaf, saya bukan calon pembeli yang anda maksudkan. Saya belum
punya alasan kenapa mesti keluar dari kandang saya di Yogya atau Semarang, jika
hanya untuk membeli tanah yang harus dibayar jreng. Diluar Yogya dan Semarang,
saya mesti membuka kantor baru, merekrut pasukan baru, dan itu semua ekonomi
biaya tinggi. Sementara jika saya mengembangkan tanah di Yogya dan Semarang,
disini lebih efisien karena sudah punya kantor dan pasukan berkekuatan lengkap.
Saya meminta
maaf kepada pak Farhat karena tidak bersedia datang survei dan bertemu pemilik
tanah. Dan memotivasi dia untuk melaksanakan perannya bernegosiasi dengan
pemilik tanah memakai panduan diatas. Andai dia gagal, bukan berarti saya yang
akan maju. Tapi dia harus menemukan peluang lain dan nego lagi sampai ada yang
deal. Jika hal ini dilakukan berulang-ulang, maka hal ini akan menjadi habit
dia dan lama-lama sangat terlatih.
Saya akan
memainkan peran membagi skill dalam membuat Action Plan dan Business Plan yang akan saya fungsikan guna mengundang pemodal agar bersedia masuk membiayai
proyek tersebut. Itulah peran saya, bagian yang harus saya kerjakan. Jika
berharap semua harus saya lakukan, yaitu survei lokasi diluar kota, lalu nego
dengan pemilik tanah, oh noooooo!!! Maaf saya tidak sanggup. Saya hanya mau
melakukan hal ini di Yogya dan Semarang saja. Diluar itu anda yang harus
melakukannya.
Pak Farhat
malah tambah ngambek dan berkata; “Ya sudah, saya cari pemodal lain saja yang
lebih bonafid ketimbang anda.”
No problem,
hehehehe ...... Siapa bilang saya pemodal??? Justru saya mengajarkan kepada
anda bagaimana menemukan opportunity di bisnis properti dengan mencari deal
bagus dengan pemilik tanah (saya mengajarkan banyak trick di workshop), bagaimana
merumuskan skenario legalnya saat eksekusi, bagaimana mengemasnya menjadi
sebuah Business Plan yang akan kita jajakan kepada para pemodal yang ada di
link saya (lumayan banyak deh). Itulah peran dan keahlian saya, yang akan saya
kolaborasikan dengan anda.
Pak Farhat,
jangan ngambek ah !!