WOW!!! DAUS PENGIN ML 312 KALI
AW JIN PROPERTI - Betapa senangnya hati Daus, ketika sore itu bersama
kedua orang tuanya berangkat ke rumah Mini. Sore itu Daus bermaksud
menemui orang tua Mini (yang sudah 2 tahun dipacarinya), guna
menyampaikan maksud hati melamar dan menikahi Mini (nama lengkapnya
Darmini).
Dengan suguhan teh manis serta singkong rebus, pembicaraan antara kedua
calon besan itu berlangsung seru. Rupanya bapaknya Mini yang bernama pak
Darmo tak ingin menyerahkan anak semata wayangnya itu kepada Daus tanpa
melakukan seleksi soal 'bibit, bebet dan bobot'. Sehingga pak Darmo
memberikan syarat-syarat yang cukup berat kepada Daus yang ingin
meminang putrinya.
Pak Darmo meminta keluarga Daus mensubsidi 50% biaya resepsi pernikahan.
Daus menyatakan siap asal pestanya jangan terlalu mewah, yang
wajar-wajar saja. Pak Darmo meminta Daus membayar mahar berupa uang
tunai senilai 50 juta ditambah seperangkat baju pesta. Daus meski
kepalanya cenat-cenut menyatakan siap memenuhinya, sembari berpikir akan
mengambil pinjaman dari koperasi di kantornya.
Yang bikin Daus hampir pingsan, ternyata pak Darmo masih menetapkan 1
syarat lainnya, yaitu Daus wajib menyerahkan jaminan tersedianya uang
belanja untuk Mini selama 3 tahun kedepan, yaitu 5 juta/bulan x 36 bulan
= 180 juta. Jaminan uang belanja tersebut harus diwujudkan dalam bentuk
rekening tabungan bersama (joint account) atas nama Daus dan pak Darmo.
Pak Darmo bersikeras menuntut jaminan ini, karena dia ingin memastikan
bahwa anaknya tak bakal hidup susah karena setidaknya uang belanja 3
tahun kedepan sudah tersedia.
Daus komplain keras atas syarat yang dianggap mengada-ada dari calon
mertuanya itu. Mana bisa ada kebijakan seperti itu? Subsidi biaya
resepsi dan bayar mahar sudahlah cukup. Soal kebutuhan hidup 3 tahun
kedepan bisa diusahakan sambil jalan karena Daus merasa dirinya punya
pekerjaan tetap dan sering dapat penghasilan tambahan. Hidup bersama
saja belum dijalani koq disuruh menyediakan jaminan.
Pak Darmo tak mau melunak dan tetap meminta syarat tersedianya jaminan
uang belanja 3 tahun tersebut. Daus mulai naik pitam dan
mempertimbangkan opsi meninggalkan Mini ketimbang punya mertua matre
seperti pak Darmo.
"Pak Darmo, saya keberatan dengan syarat bapak. Saya tidak sanggup
memenuhinya. Tidak lazim kebutuhan 3 tahun kedepan yang belum dijalani
koq harus disediakan sebelum pernikahan. Kalau begitu, nanti saya balas
dengan mengajak anak bapak ML 312x dalam 1 hari, biar perutnya meletus
!!! Saya biasanya ML 2x seminggu. Jika setahun ada 52 minggu, maka 3
tahun ada 156 minggu. Artinya saya pengin ML 312x bersama Mini," kata
Daus dengan nada ketus.
Pak Darmo kaget mendengar anaknya mau diajak ML 312x dalam waktu sehari sampai perutnya meletus.
"Lho, lho. ML apaan nih? Koq sampai perut anakku dibikin meletus?" tanya pak Darmo dengan rasa penasaran.
Daus menjawab; "ML artinya MAKAN LONTONG pak. Karena makan lontong sayur
adalah kebiasaan saya sejak tinggal di Batam dulu. Sayur labu yang
pedas, kuah rasa rempah, lauknya teri medan dan kacang, sedaaaaap .....
Kalau Mini menjadi istri saya, dia punya kewajiban memasak lontong sayur
seminggu 2x buat saya."
Hahhahaa ..., dasar Daus.
Sobat properti, saya senang banget karena baru saja deal lahan kerjasama
murni seluas 1,6 ha di sebuah kota besar. Tak perlu bayar tanah kontan,
hanya diminta membayar komitmen fee 50 juta yang diperhitungkan sebagai
uang muka, meski tetap harus ada bagi hasilnya. Bagi pemburu lahan hot
deal seperti saya, sukses mendapatkan MPT (mitra pemilik tanah) seperti
ini pantas disyukuri. Semua orang tahu bisnis properti adalah bisnis
padat modal, karena untuk membeli lahan perlu keluar modal yang besar.
Jika kita bisa punya proyek tanpa membayar tanah, maka reduksi modal
yang terjadi sangatlah signifikan.
Oh ya, lahan seluas 1,6 ha tersebut dihargai 500.000/m2. Jadi totalnya 8
milyar. Saat MPT menanyakan kepada saya berapa potensi laba total? Saya
jawab hanya 5 milyar saja, yang bisa dieksekusi dalam waktu 2 tahun.
Pelajaran buat kita bersama;
1. Jangan memasang target yang optimis jika itu menjadi KEWAJIBAN kita.
Saya terbiasa memakai patokan bahwa "Laba sama dengan 1x harga tanah".
Jika harga tanahnya 8 milyar, mestinya target laba yang bisa diraih juga
8 milyar. Tapi saya hanya berani menjanjikan laba 5 milyar saja, supaya
ekspektasi MPT tidak berlebihan.
2. Lahan seluas 1,6 ha saya janjikan bisa dieksekusi dalam waktu 2
tahun. Kenapa? Saya pakai asumsi konservatif bahwa "1 hektar digarap 1
tahun", makanya kalau 1,6 ha saya proyeksikan selesai digarap 2 tahun.
Dan tentu saja 2 tahun bukan dihitung sejak tanda-tangan kesepakatan
kerjasama, melainkan dihitung sejak ijin terbit. Saya selalu meminta
grass period untuk membuat desain dan mengurus perijinan. Artinya selama
perijinan belum terbit, maka hitungan 24 bulan belumlah dimulai.
MPT bertanya kepada saya berapa ESTIMASI MODAL KERJA yang akan kami
tanamkan di proyek kerjasama tersebut? Saya jawab kisaran 1,5 milyar.
Saya tak mungkin membenamkan modal diatas 1,5 milyar, karena potensi
laba yang menjadi bagian kami hanya 3 milyar (60% x 5 milyar) saja.
Konsep saya adalah bahwa "ikan yang dipancing mesti punya bobot minimal
2x umpan kail yang kita siapkan".
MPT meminta kami agar menempatkan modal kerja senilai 1,5 milyar
tersebut di rekening joint account, bersamaan dengan penanda-tanganan
kesepakatan kerjasama. Alasannya supaya mereka yakin telah bekerjasama
dengan mitra yang bonafid dan punya modal, sehingga proyek tidak macet
ditengah jalan.
Waduuuw, kami keberatan jika uang 1,5 milyar mesti diparkir dimuka. Ini
bukan soal kami mampu atau tidak mampu menyediakan modal kerja senilai
1,5 milyar. Tetapi lebih karena didasari pemikiran bahwa seharusnya
modal disetorkan sesuai kebutuhan cashflow proyek. Apalagi proyek
tersebut pastinya akan dilengkapi dengan Action Plan dan proyeksi
cashflow.
Pemilik tanah berusaha ngotot agar kami tetap memarkir dana 1,5 milyar
didalam joint account sebagai jaminan tersedianya modal kerja, tetapi
saya menolak dan memberikan penjelasan sebagai berikut ;
1. Kesepakatan kerjasama adalah antara pihak I sebagai pemilik tanah
dengan pihak II (baca; saya) sebagai pemilik modal merangkap pemilik
keahlian.
2. Kewajiban pihak II adalah membiayai pelaksanaan proyek, dengan modal
kerja maksimal 1,5 milyar yang dikeluarkan bertahap sesuai kebutuhan
cashflow proyek. Jika modal kerja 1,5 milyar yang disediakan oleh pihak
II ternyata kurang mencukupi untuk pelaksanaan proyek, maka akan
dicarikan instrumen pembiayaan kredit konstruksi dari perbankan dengan
mengagunkan obyek kerjasama.
3. Kewajiban pihak II adalah membayar commitment fee senilai Rp 50 juta
di awal proyek, dan kemudian membayar tanah sesuai laju penjualan dengan
harga satuan (brutto) senilai Rp 500.000/m2 sampai lunas.
4. Kewajiban pihak II adalah membagikan laba (profit sharing) senilai 40% di akhir proyek.
5. Uang muka dan pencairan KPR dari konsumen yang terkumpul di rekening
penampungan bisa digunakan untuk kepentingan pembiayaan pelaksanaan
proyek. Jika penjualan bagus dan piutang besar, maka bisa saja terjadi
kondisi dimana setoran modal kerja tidak diperlukan lagi.
Sobat properti, dengan beberapa argumen diatas akhirnya saya berhasil
mematahkan argumen MPT yang meminta kami memarkir dana 1,5 milyar
dimuka. Dengan demikian kami hanya berkewajiban mensuplai dana sesuai
kebutuhan cashflows saja.
Mirip kisah Daus diatas, yang menolak menyediakan jaminan uang belanja
untuk istrinya, maka saya juga menolak memarkir modal kerja didepan.
Yang penting kami bertanggung jawab didalam membiayai pelaksanaan
proyek.
Ikuti : Workshop Properti 2 hari KETEMU JIN PROPERTI, tgl 9 - 10 Nopember 2013 di Hotel FAVE Denpasar Bali. Minat? Hub : sdr. Agung (HP 0813 - 90 888 546)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.