STRATEGI MENYIKAPI PERMINTAAN KASBON
DARI PEMILIK TANAH
Hot deal alias mendapat lahan dengan skim bayar lunak adalah impian semua pengusaha properti. Dan jurus-jurusnya sudah diajarkan oleh Perguruan Kungfu Properti. Yaitu; DP rendah (max 15% dari harga) dan sisanya diangsur panjang sesuai penjualan.
Tapi ingat, dibalik berkah hot deal, terkadang ada jebakan menanti disepanjang perjalanan, yaitu pemilik tanah sering meminta kita menjalankan kewajiban lebih cepat dari yang seharusnya. Yang belum jatuh tempo dipaksa jatuh tempo. Urusan bisnis dibenturkan dengan soal kemanusiaan. Kalau kita tutup mata, nanti dituduh tak punya hati dan tidak manusiawi.
Misal: saya punya perjanjian dengan pemilik tanah bahwa kewajiban pembayaran baru dilakukan lagi 6 bulan setelah ijin terbit. Sekarang ijin sedang diurus, eh dia datang memohon-mohon kasbon 80 juta karena ibunya mau operasi ginjal di RS. Tanpa kasbon tersebut, ibunya tak bisa operasi. Mana enak hadapi kasus begini? Jika kasbon ditolak dan terjadi sesuatu pada ibunya, saya bisa jadi biang kerok.
Ada juga di kasus lain, saya punya kewajiban mengangsur tanah cuma 10 juta/bulan. Tapi pemilik tanah meratap minta kasbon 60 juta karena rumahnya mau disita bank. Telpon 100x, sms 100x, minta dibantu. Mana enak diteror lewat telepon seperti itu?
Ada juga yang kasbonnya tidak besar, cuma 1 atau 2 juta, tapi seminggu 2x kasbon. Totalnya sebulan hampir 15 juta. Anjiiirrr ...
Umumnya mereka berani meminta karena merasa punya PIUTANG di kita. Senjatanya bisa ditebak, yaitu mengatakan begini: "Nanti dipotongkan pembayaran tanah ...". Mereka pikir piutangnya bisa ditagih kapan saja, tidak menghormati perjanjian tentang jadwal jatuh tempo. Benar saya punya hutang kepada mereka. Tapi jika jatuh temponya September, mosok Maret sudah ditagih?
Dalam bisnis, beda 6 bulan sangat besar pengaruhnya terhadap cashfow. Dulu saat deal mungkin mereka kepepet butuh duit, sehingga klausul apapun disetujui. Meski dalam perjalanannya minta kasbon dan kasbon.
Sobat properti, dari pengalaman empiris saya tentang kejadian seperti itu, akhirnya saya melakukan antisipasi dengan sebuah klausul sakti sebagai berikut ;
Apabila penjual (pemilik tanah) meminta pembeli melakukan percepatan pembayaran dari jadwal jatuh tempo yang seharusnya, maka pembeli berhak untuk menyetujui atau menolak atas pertimbangannya sendiri. Apabila disetujui, maka penjual setuju memberikan diskonto sebesar 3% (tiga persen) perbulan. Contoh perhitungan terlampir.
Misal :
Rp. 100.000.000 jatuh tempo 10 Sept 2015
Penjual minta dibayar 10 April 2015
Rp. 100.000.000 jatuh tempo 10 Sept 2015
Penjual minta dibayar 10 April 2015
Maka jumlah yang dibayarkan =
Rp 100 jt - (3% x 5 bln x Rp 100 jt) = Rp 85 jt
Rp 100 jt - (3% x 5 bln x Rp 100 jt) = Rp 85 jt
Nah, kalau ada klausul begini kita jadi lebih enak mengambil keputusan. Jika memang cashflow memungkinkan, maka secara bisnis percepatan pembayaran yang kita lakukan tidak merugikan.
Salam properti !!