BETULKAH MERINTIS BISNIS PROPERTI SEBAGAI PENGEMBANG BENAR-BENAR GAMPANG??? Silahkan simak jawabannya disini : http://bukupengembangproperti.blogspot.com/2012/03/merintis-bisnis-properti-sebagai.html

Cari Artikel Menarik Disini

Rabu, 21 Maret 2012

BRO MENTERI NGAMUK !!

BRO MENTERI NGAMUK !!
Level Kewenangan

AriWibowoJinProperti.Blogspot.Com - Heboh ngamuknya Meneg BUMN Dahlan Iskan di gerbang tol dalam kota (Slipi) dan kemudian membuka 2 palang pintu tol serta menggratiskan sekitar 100 mobil untuk lewat agar mengurai antrean kemacetan sepanjang 30 meter di gerbang tol tersebut sangat ramai digunjing di twitter.

Gara-garanya beliau tidak tahan saat di jam 06 pagi dari 4 pintu tol hanya beroperasi 2 pintu saja, padahal itu jam sibuk saat orang berangkat kerja. Dan sebagai Meneg BUMN yang membawahi PT Jasa Marga (pengelola jalan tol), dia memiliki kekuasaan dan kewenangan atas kinerja PT Jasa Marga dalam pelayanannya kepada publik.

Seandainya pak Dahlan Iskan rajin safari dari satu gerbang tol ke gerbang tol lainnya, dan melakukan aksi ala cowboy yang sama dengan membuka palang tol secara gratisan, saya yakin beberapa titik kemacetan di kota Jakarta bisa terbantu dengan aksi beliau. Masalahnya, jika yang melakukan itu adalah petugas pintu tol sendiri, apakah mereka berani? Pastinya tidak! Tak ada seorang petugaspun yang berani atau punya kewenangan menggratiskan pemakai jalan tol. Sekalipun aksi itu bisa membantu mengurai kemacetan, saya jamin tak ada yang berani melakukannya.

Sobat properti, didalam pemasaran produk properti anda, mungkin seringkali juga terjadi kebuntuan atau kemacetan didalam penjualan. Jumlah lead (prospek) banyak, tetapi yang closing tak seberapa. Padahal sales sudah mempraktekkan jurus selling skill dengan apik, menginformasikan segala benefit product kepada konsumen, melakukan supporting atas semua keberatan yang dinyatakan oleh konsumen. Kenapa belum closing? Padahal sudah nyaris alias mintip-mintip.

Perlu sebuah aksi khusus memecah kebuntuan, dan tentu saja tak bisa dilakukan oleh seorang sales, melainkan dilakukan oleh pejabat diatasnya yang memiliki kewenangan mengelola 'budget gimmick' dan extra budget. Kewenangan itu dimiliki oleh Sales Manager atau General Manager atau bahkan langsung ke Direksi.

Sobat properti, kita sadar bahwa semua konsumen memiliki naluri untuk menawar setiap harga produk yang akan mereka beli. Makanya saya selalu menyediakan 'budget gimmick' kisaran 2 s/d 3% dari harga, guna mengantisipasi hal-hal seperti itu. Terkadang budget itu juga diberikan ke konsumen dalam bentuk lain (berupa hadiah langsung, subsidi dll).
Dan setiap level memiliki kewenangan yang berbeda-beda, misalnya;

SALES MANAGER
Memberikan ekstra diskon max 1%

GENERAL MANAGER
Memberikan ekstra diskon max 2%

DIREKSI
Memberikan ekstra diskon max 3%

Dan meskipun sifatnya ekstra, tambahan diskon ini memang tersedia budgetnya, bukannya akan mereduksi laba. Hanya saja pemakaiannya tidak sembarangan, tetapi sesuai program yang dilaksanakan, atau sesuai otoritas yang dimiliki.

Tanpa ada kewenangan, tak bakal berani melakukan tindakan. Dan terkadang penggunaan wewenang memang mampu menghasilkan impact yang signifikan.

Pernah saya melihat sales sedang memprospek 4 konsumen (kakak beradik) yang dalam kacamata saya sudah mintip-mintip, tapi belum juga terjadi closing. Saya gemas (bukan ngamuk seperti bro menteri), dan langsung turun tangan. Saya handle 4 konsumen tersebut, dan saya lakukan kewenangan saya memberi tambahan diskon 3%, tapi syaratnya mereka bayar booking fee hari itu juga. Hasilnya? Sukses!! Mereka bayar UTJ langsung 4 unit. Kakak beradik beli 4 rumah berderetan.

Kenapa sales tak mampu menggiring mereka sampai closing? Karena sales tak punya kewenangan menambah besaran diskon. Saya punya kewenangan dan bisa saya gunakan.

Kenapa pak Dahlan Iskan bisa membereskan titik kemacetan di gerbang tol Slipi? Karena dia punya kewenangan membuka palang pintu tol dan membebaskan kisaran 100 mobil tanpa bayar karcis tol.

Serupa tapi tak sama. Terutama karena bro menteri melakukan aksi itu sambil ngamuk, sementara saya melakukan itu sambil tersenyum. Apapun juga, saya suka aksi pak menteri yang satu itu.

KISAH DUDA GELISAH

KISAH DUDA GELISAH
Segmentasi - Targeting

AriWibowoJinProperti.Blogspot.Com -Teman saya seorang duda yang 1,5 tahun lalu ditinggal istrinya yang meninggal akibat sakit. Dia jadi duda single parent yang mengasuh seorang anak perempuan kelas 5 SD. Tak sengaja kami bertemu di sebuah kolam pemancingan.

Kangmas, carikan saya jodoh dong. Sudah gak tahan nih hidup menjomblo, tiap malam resah dan gelisah. Begitu keluhan dia yang memang biasa menyebut saya 'kangmas'.

Lha jodoh seperti apa yang menjadi kriteriamu? Meski tak yakin bisa membantu, saya merespon dengan serius sebagai ungkapan simpati.

Tidak muluk-muluk kang. Cari yang cantik pasti susah. Jadi yang lumayan manislah, yang penting kalau diajak resepsi tidak malu-maluin. Syukur dapat gadis, janda yang maksimal 1 anak juga tak masalah. Usia antara 25 - 35 tahun, karena usia saya 38 tahun. Asalnya jangan jauh-jauh, orang Jawa Tengah saja, biar kalau tengok mertua tak berat di ongkos.

Tentu saja etnis Jawa dan muslimah, yang punya falsafah 'nrimo ing pandum' dan bisa diajak hidup sederhana tapi penuh pengertian dan kasih sayang. Maklum saya cuma supervisor di perusahaan swasta kecil yang income pas-pasan, wkwkwkwk .... (Dia ketawa ngakak).

Oh ya kangmas, dia wanita karier yang punya income tidak masalah. Wanita non karier yang sekedar mau jadi ibu rumah tangga juga tak masalah.

Waduh, lengkap banget kriteria yang disebutkan. Itu sudah spesifik dan mengerucut. Kalau saya analisa pakai ilmu marketing, dia sudah paham Segmentasi - Targeting - Positiong dari calon istri yang dia inginkan.

SEGMENTASI - TARGETING
Geografis;
Asal Jawa Tengah

Demografis;
Etnis jawa, wanita usia 25 - 35 tahun, gadis atau janda max 1 anak, karier atau non karier.

POSITIONING
Yang punya falsafah 'nrimo ing pandum'. Mau diajak hidup sederhana tapi penuh pengertian dan kasih sayang.

Belum tentu saya bisa membantu dia mencarikan calon istri. Tapi kriteria yang sudah lengkap itu membuat saya tahu persis siapa target calon istri yang dia butuhkan dan inginkan.


Sobat properti, dalam memasarkan produk properti yang sedang kita kembangkan, kita juga mesti mampu mengidentifikasi siapa Segmen dan Target yang kita sasar, karena tanpa tahu dimana target berada, sales kita bakal dis-orientasi mencari konsumen.

Dalam ilmu marketing, orang masih suka bias memahami apa itu Segmen dan apa itu Target. Secara sederhana saya katakan bahwa Segmen itu lebih umum, sementara Target itu lebih spesifik. Contoh; SEGMEN yang kita bidik adalah usia produktif yang sudah memiliki pekerjaan dan penghasilan. Kalau pakai standar Biro Pusat Statistik (BPS), maka kelompok usia produktif adalah 19 s/d 55 tahun.

Jika kelompok usia produktif 19 s/d 55 tahun adalah SEGMEN yang kita bidik, sepertinya itu terlalu luas dan melebar bukan? Maka kita mesti mempersempit dan mengerucutkan TARGET kita menjadi lebih spesifik. Misalnya; target yang kita sasar adalah usia 30 s/d 45 tahun saja. Kenapa? Karena kita mencari konsumen dengan income bulanan > 6 juta dan kita asumsikan mereka adalah lulusan S1 yang sudah berkarir kisaran 5 tahun. Jadi usia mereka sudah diatas 30 tahun.

Sudah dipahami soal perbedaan SEGMEN dan TARGET? Atau perlu satu contoh lagi?

Dalam kasus diatas, teman saya si duda resah mencari calon istri. Jika menyebut SEGMEN, bisa saja usia wanita yang mau kawin adalah range usia 17 s/d 60 tahun. Tapi teman saya mengerucutkan TARGET di usia 25 s/d 35 tahun. Karena dia tak mau dapat perawan bau kencur, juga tak mau dapat wanita tuwir yang sudah menopause, hehe ....

Dalam ilmu marketing, Segmen - Target diidentifikasi berdasarkan;

GEOGRAFIS (Where, Dimana)
daerah, wilayah

DEMOGRAFIS (Who, Siapa)
jenis kelamin, agama, usia, tingkat pendidikan, mata pencaharian, jumlah penghasilan dll

PSIKOGRAFIS (Why, Mengapa)
personalitas, perilaku, nilai-nilai, minat, gaya hidup

PERILAKU
menyangkut respon konsumen terhadap produk yang kita pasarkan, dan respon terhadap pesan yang kita sampaikan

Tidak sulit bukan? Dengan memakai panduan tersebut diatas, anda bisa mengidentifikasikan siapa target market yang disasar dan dengan mengetahui target yang kita sasar, maka kita punya orientasi jelas saat mengimplementasikannya kedalam taktik pemasaran (product, price, place, promotion) yang akan kita laksanakan.

Semoga sukses !!

ROK MINI DAN KONDOM BEKAS PAKAI DI GEDUNG DPR RI

ROK MINI DAN KONDOM BEKAS PAKAI 
DI GEDUNG DPR RI

ARIWIBOWOJINPROPERTI.BLOGSPOT.COM - Saya ketawa ngakak saat lihat liputan pagi di TV swasta soal adanya aturan dari BRT (Badan Rumah Tangga) DPR RI yang melarang pemakaian rok mini bagi tamu yang berkunjung ke gedung DPR RI. Ada-ada saja, lebay buangeet. Memang ada ya wanita pemakai rok mini berkeliaran di gedung DPR RI?

Lebih ngakak lagi saat sebuah harian di ibukota merilis statement dari BRT DPR RI yang mengakui sering ditemukan kondom bekas pakai di kotak sampah yang ada didalam gedung DPR RI. Amit-amit, lha didalam gedung dewan terhormat kok banyak berserakan sampah lendir beraroma mesum seperti itu.

Otak nakal saya langsung mengkaitkan hubungan benang merah antara rok mini dan sampah kondom bekas pakai tersebut. Hiii ngerii .... Semoga itu yang pakai rok mini bukan sales-sales yang memasarkan produk properti sembari menawarkan jasa prostitusi.


Sobat properti, dalam sebuah kasus pemasaran proyek properti dimana saya jadi konsultannya, ada kondisi dimana lead (prospek) sangat besar dan melimpah, terbukti dari nama yang tercatat di buku tamu, tetapi yang berhasil dikonversi sampai closing ternyata minim. Rasionya 1:30. Artinya ada 450 prospek (lead) tapi yang berhasil dituntaskan sampai konsumennya membayar tanda jadi hanya 15 unit saja. Sisanya menguap alias gagal (belum) closing.

Oh ya, proyek properti tersebut adalah proyek yang baru saja memulai pemasarannya. Jadi proyek masih berada di phase Introduction (perkenalan). Ini adalah proyek baru yang sebelumnya belum dikenal oleh konsumen. Progres fisik di lapangan masih sangat rendah, sehingga secara visual belum mampu menarik dan meyakinkan konsumen.

Menganalisa hubungan rok mini dan kondom bekas pakai di gedung DPR RI jauh lebih mudah ketimbang menganalisa kenapa dari 450 prospek hanya berhasil closing 15 unit saja. Apakah 435 prospek lainnya itu tak mau membeli karena faktor product atau faktor price?

Kalau dari segi promosi saya melihat sudah berhasil karena dalam waktu 1 bulan berhasil mencacat nama 450 orang di buku tamu bukanlah pekerjaan mudah. Pasti selling point yang dipilih untuk dipublikasikan sudah betul, dan pilihan jalur distribusi (place) penyampaian informasi ke konsumen juga sudah betul.

Jika aspek Promotion dan aspek Distribution (Place) sudah betul, maka yang perlu dikotak katik tinggal aspek Product dan aspek Price nya saja. Kemudian saya mengusulkan beberapa hal sbb;

ASPEK PRODUCT
1. Kebut pembangunan rumah contoh. Kalau bisa 2 bulan diselesaikan jadi pekerjaan dilakukan siang malam dengan man power yang optimal. Syukur-syukur diisi perabot (furniture) sebagai sampling. 
2. Buatlah mock up penyelesaian infrastruktur di salah satu area proyek secara parsial, tetapi pekerjaannya dibuat finish 100%. Misal; anda hanya mendandani area gerbang masuk. Maka pos jaga diselesaikan, taman disamping pos jaga diselesaikan. Jalan paving dan saluran diselesaikan. Taman berm dan pohon peneduh diselesaikan. Buatlah semua finish, jangan nanggung selesainya.

Kenapa hanya mengerjakan mock up secara parsial di salah satu area proyek? Supaya budget yang disedot dan dialokasikan untuk keperluan tersebut tidak besar. 

3. Segera dimulai pembangunan fasos fasum yang dianggap mampu meningkatkan value kawasan. Jika ada rencana (misal) membangun lapangan futsal dan kolam renang, ya segeralah memulainya. Ekspos dan publikasikan itu ke calon konsumen. Tunjukkan bahwa anda bukan over promise under delivery alias banyak janji tapi tak direalisasi. 

ASPEK PRICE
1. Merevisi harga dan memastikan bahwa harga jual perdana ini lebih rendah setidaknya 10% dibanding harga kompetitor. Harga yang sama dengan kompetitor akan membuat produk tidak kompetitif karena progres fisik kompetitor sudah tinggi sementara progres kita masih rendah.

2. Merevisi harga seperti item 1 diatas konsekwensinya adalah memperkecil profit margin. Memang merugikan, tetapi hanya akan dilakukan sementara waktu dan hanya dilakukan maksimal sampai dengan 20% kuota (dari total unit atau dari total luasan lahan efektif) terjual.

3. Jika terlanjur merilis harga jual yang ketinggian, siasati dengan mengembalikan sebagiannya ke konsumen, misal dalam bentuk; cashback, subsidi biaya KPR, subsidi angsuran KPR dll. Pilihlah skema pengembalian seperti apa yang memberikan benefit pada konsumen.

Jika beberapa usulan dari saya untuk aspek Product dan aspek Price tersebut sudah dilakukan, barulah sales bertindak dengan memfollow up sisa prospek (lead) yang belum closing. Tanyakan apa saja keberatan mereka sehingga tidak mau atau belum closing? Lakukan supporting dengan mengcounter berbagai keberatan tersebut dengan benefit yang bisa diperoleh jika membeli produk perumahan ditempat anda.

Semoga sukses dan berhasil !

TERNAK PROPERTI DI KOLAM LELE

TERNAK PROPERTI DI KOLAM LELE

ARIWIBOWOJINPROPERTI.BLOGSPOT.COM - Mengisi jam kosong dengan mengunjungi teman lama yang punya usaha sampingan budidaya lele ternyata asyik juga loh. Melihat ikan-ikan lele tersebut berebut makanan sampai bunyi riak airnya terasa berisik.

Teman saya punya 4 kolam yang berjajar rapi, ukuran lumayan besar. Sekali tebar benih katanya langsung 25.000 - 30.000 ekor. Nanti saat panen biasanya berkurang 10% akibat mati atau dikanibal sesama lele.

Iseng-iseng saya bertanya kenapa kok membangun 4 kolam? Kenapa tidak dijadikan 1 kolam saja yang besar, dengan kapasitas 100.000 - 120.000 ekor bibit lele sekali tebar. Menurut saya itu lebih praktis dan tidak makan tempat.

Teman saya menjawab; dibuat 4 kolam supaya tiap bulan dia bisa panen 1x. Sekali panen bisa 2500 kg, dimana 1 kg terdiri atas 7 s/d 9 ekor lele dewasa. Harga jual per kilogram kisaran Rp 11.000 - 12.000.

Dia mencontohkan; Kolam 1 ditanam bibit lele bulan Januari maka bisa dipanen bulan April. Kolam 2 ditanam bibit lele bulan Pebruari maka bisa dipanen bulan Mei. Kolam 3 ditanam bibit lele bulan Maret maka bisa dipanen bulan Juni. Kolam 4 ditanam bibit lele bulan April maka bisa dipanen bulan Juli. Nanti di bulan Mei yang ditanami bibit lele adalah kolam 1 yang sudah kosong setelah dipanen bulan April. Begitu seterusnya siklus tanam dan panen lele.

Wah, kok mirip dengan strategi saya membangun rumah stok untuk proyek perumahan ya? Khususnya untuk proyek RSH yang baru bisa akad kredit jika progres fisik bangunan sudah 100%. Biasanya saya akan menentukan terlebih dahulu berapa target rata-rata angka penjualan bulanan. Misalnya target penjualan 25 unit/bulan, maka mulai bulan ke 1 s/d ke 4 saya akan buka SPK (Surat Perintah Kerja) kepada kontraktor sejumlah 25 unit/bulan dengan perincian sebagai berikut (contoh);

JANUARI 2012
Buka SPK 25 unit
Jadwal penyelesaian 20 April 2012

PEBRUARI 2012
Buka SPK 25 unit
Jadwal penyelesaian 20 Mei 2012

MARET 2012
Buka SPK 25 unit
Jadwal penyelesaian 20 Juni 2012

APRIL 2012
Buka SPK 25 unit
Jadwal penyelesaian 20 Juli 2012

Dengan strategi demikian, mulai bulan April 2012 dan seterusnya, tiap akhir bulan bisa eksekusi akad kredit 25 unit, dan mendatangkan arus kas yang menyehatkan cashflow perusahaan.

Keberanian membuka SPK selama 4 bulan berturut-turut dengan jumlah 25 unit/bulan mengandung resiko jika ternyata angka penjualan tak mencapai target maka ada stok rumah yang idle tanpa pembeli. Yang biasanya ini diatasi dengan cara melokalisir stok rumah siap huni tersebut sebagai dagangan utama dan dagangan satu-satunya di pricelist yang dibagikan ke calon pembeli di bulan ke 5. Maksudnya yang ada di pricelist hanya berisi rumah-rumah stok tersebut saja. Unit yang belum dibangun sementara disingkirkan. Dengan cara itu pilihan pembeli akan terkonsentrasi ke rumah stok.

Bersamaan dengan periode penjualan 4 bulan pertama yang bisa kita asumsikan berada di tahapan Phase Introduction (perkenalan) di Siklus Hidup Produk (Life Cycle Product) itu, secara makro juga perlu dilakukan evaluasi terhadap Marketing Plan yang pernah disusun sebelum proyek dimulai.

Apakah Strategi Pemasaran (Segmentation, Targeting, Positioning) yang direncanakan sudah tepat? Ataukah ada yang salah implementasinya kedalam Taktik Pemasaran (Product, Price, Place, Promotion) sehingga hasilnya tidak optimal. Hasil evaluasi ini tentunya akan menghasilkan Marketing Plan yang baru, yang diharapkan bisa lebih baik hasilnya karena sudah mendapatkan gambaran dari hasil evaluasi 4 bulan pertama.

Jika sudah tahu potensi pasar dan daya serapnya, kemudian akan ditentukan target baru yang realistis dan mampu dieksekusi. Misalnya target bulanan diturunkan menjadi 15 atau 20 unit perbulan, maka angka target itulah yang akan kita jadikan acuan untuk membangun rumah rumah stok. Ingat!! Main RSH tak mungkin hanya membangun berdasarkan angka penjualan saja, karena jika anda memakai cara itu, nanti selalu ketinggalan alias ada idle 1 bulan dimana realisasi akad kreditnya minim dan tak ada arus kas masuk dalam jumlah signifikan ke rekening perusahaan. Dan itu membuat cashflow perusahaan bisa goncang.

Sekali layar terkembang, pantang surut sebelum mencapai dermaga tujuan. Berani memutuskan mengeksekusi sebuah proyek pasti sudah melakukan analisa sebelumnya yang outputnya menyatakan proyek tersebut feasible untuk dikembangkan. Kendala apapun dalam pemasaran proyek di phase awalan bukan berarti membuat ciut nyali dan lantas merevisi semua proyeksi dengan skala pesimis.

Evaluasi fakta dan data yang ada, kemudian lakukan improvement (perbaikan) dan adjustment (penyesuaian) agar target penjualan selanjutnya sesuai target yang direncanakan.

Tetapi soal strategi membangun rumah stok (RSH) dalam kaitannya dengan potensi akad kredit bulanan, saya merekomendasikan sobat-sobat properti untuk mengimplementasikan teori beternak lele seperti uraian diatas. Itu menghasilkan potensi pencairan bulanan secara kontinyu dalam jumlah yang sudah direncanakan sebelumnya.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

ShareThis