BOS PROPERTI MENGHAJAR SUPLIER ALUMUNIUM
Jin Properti - Di siang hari
yang panas terik begitu menyengat, saya mendapat laporan dari staf teknik di
lapangan. "Bos, ini ada orang namanya Kusni mau merusak semua pintu di 4
bangunan yang ada di blok D, katanya barang milik dia belum dibayar. Dia akan mengurangkan
niatnya merusak pintu jika tagihannya sebesar 19,5 juta dibayar hari ini."
Lho, lhoo... siapa pula
kunyuk satu itu yang saya merasa tidak kenal dan juga tidak punya hutang koq
mendadak mengancam mau merusak semua pintu? Hati saya penasaran, dan langsung
minta bicara kepada orang bernama Kusni tersebut. Staf teknik menyerahkan
telepon kepada Kusni supaya bisa berbicara dengan saya via telepon.
Kusni mengaku adalah suplier
kusen alumunium yang sudah memasang kusen aluminium dan kaca disitu. Yang
memberi dia order dan membuka PO (purchase order) adalah pak Achay. Nilai 19,5
juta yang dia tagihkan adalah kekurangan pembayaran yang selama 2 bulan
terakhir tak jelas kapan dibayarkan oleh pak Achay, sehingga dia nekat akan
melepas atau merusak semua kusen disitu.
Dengan tenang saya jelaskan
bahwa pak Achay adalah subkontraktor yang saya berikan SPK (Surat Perintah
Kerja) guna mengerjakan 4 unit bangunan tersebut, dan sejauh ini kewajiban
pembayaran ke pak Achay dari kami tergolong lancar. Unit tersebut sudah selesai
100%, dan kami sudah membayar termin senilai 95%, hanya tersisa 5% saja sebagai
retensi. Bangunan tersebut sudah diserah-terimakan secara resmi dari kontraktor
kepada kami, dan saat ini memasuki masa pemeliharaan.
Saya katakan bahwa saya tidak
punya hubungan administratif dan hutang piutang apapun dengan pak Kusni. Jadi
kalau ada hutang piutang ya silahkan menagih ke pak Achay, bukan kepada kami.
Suplier aluminium yang
bernama Kusni tersebut bersikeras tak mau tahu soal itu, dan meminta saya
membayar tagihan sebesar 19,5 juta. Pilihan yang diberikan kepada saya cuma 2,
yaitu pintunya dirusak, atau tagihannya dibayar. Panas hati saya digertak
demikian. Kemudian saya berkata kepada dia untuk menunggu saya barang 20 menit
di lokasi. Saya akan datang kesana menemui dia.
Diantar sopir, sayapun
bertemu dia di lapangan. Dia ngotot minta dibayar atau merusak pintu-pintu yang
ada. Saya berusaha sabar menghadapi kunyuk satu itu. Saya jelaskan bahwa semua
bangunan tersebut sudah dalam penguasaan kami, dan bangunan itu milik kami,
bukan milik subkontraktor bernama pak Achay. Jika bangunan dirusak, maka Kusni
akan berhadapan dengan kami. Saya katakan akan melaporkan dia ke polisi.
Kusni tertawa sinis dan berkata;
"Anda developer tidak bonafid ya? Beraninya lapor polisi. Urusan
duit 19,5 juta saja tak sanggup bayar dan malah mau melapor polisi..."
Saya hilang kesabaran. Saya
dekati Kusni dalam jarak dekat, saya tatap matanya dengan tajam, saya tunjuk
mukanya, sambil berkata; "Oke, saya tidak akan melapor polisi. Sekali lagi
saya katakan ini bukan soal mampu atau tidak mampu membayar. Saya menolak
membayar karena memang tidak punya hutang piutang dengan anda. Anda pakai
intimidasi? Saya layani. Sekarang silahkan anda buktikan ancaman anda untuk
merusak pintu-pintu bangunan ini. Jika anda melakukan hal itu, dan kemudian
saya membalas dengan gebukin anda sampai anda berlumuran darah atau bahkan
cacat sebelah kaki, jangan salahkan saya...."
Saya berdiri didepan Kusni,
saya melepaskan jam tangan dan HP saya dan saya taruh disebuah meja kecil. Saya
siap berduel dengan kunyuk bernama Kusni tersebut. Sopir saya mendekat, saya
katakan; "Jangan ikut-ikutan, ini urusan kami berdua." Staf teknik
saya yang mencoba mencegah juga saya suruh menepi. Saya hadapi Kusni satu lawan
satu. Beberapa tukang yang sedang bekerja di blok lain, berhamburan mendekati
kami.
Eh, si Kusni yang badannya lumayan
besar dan kulit hitam legam itu ternyata kaget saya berani menantang dia.
Mungkin dia kaget saya yang dianggapnya bos properti pastinya orang halus dan
intelek, sehingga takut saat digertak. Dia tidak tahu kalau saya jaman sekolah
dulu termasuk jagoan berantem. Soal nyali saya masih punya, meski fisik belum
tentu mendukung sekarang.
Kusni tidak berani melakukan
apapun. Entah takut sama saya, atau mungkin takut sopir dan staf teknik saya
ikut mengeroyok dia. Yang jelas mendadak dia melembut, tidak memaksa, dan
dengan sopan minta dibantu supaya memperjuangkan tagihan dia ke pak Achay. Saya
hanya bisa janjikan bahwa saat retensi 5% nanti mau dicairkan, saya akan kontak
dirinya supaya bisa menagih langsung ke pak Achay.
Waduh, lega sekali hati saya
berhasil mengatasi masalah ini. Untung gak jadi duel. Apa kata dunia? Kalau Jin
Properti yang usianya sudah kepala 4 kedapatan berduel dengan suplier
aluminium, hahahha.... Bisa masuk koran dengan judul ; "Bos Properti Menghajar Suplier Alumunium Sampai Kakinya Patah Sebelah". Bagi saya ini bukan sekadar soal duit 19,5 juta. tapi
ini soal prinsip dan harga diri. Mosok saya akan berdiam diri melihat properti
kami dirusak orang lain didepan mata? Padahal secara administrasi kami tak
punya kaitan apa-apa dengan dia.
Sobat properti, kebiasaan
saya selama ini adalah menunjuk subkontraktor untuk melaksanakan pekerjaan
pembangunan fisik di lapangan. Jarang banget kami mengerjakan sendiri secara
swakelola. Alasannya?
1. Alasan pertama adalah saya tidak suka punya team yang gemuk
(banyak personil) jika harus melakukan peran sebagai kontraktor. Kami punya
divisi teknik hanya melaksanakan fungsi administrasi dan supervisi saja. Misal;
buka SPK, opname pekerjaan, pengawasan pelaksanaan pekerjaan, dll.
2. Alasan kedua adalah supaya
administrasi keuangan tidak repot. Jika anda juga menjalankan fungsi
kontraktor, maka aktivitas pembelian material sifatnya bisa harian, dan
pembayaran tukang mesti secara mingguan. Repot banget jika setiap minggu mesti
ada pengeluaran, karena itu membuat job reguler kita jadi banyak dan
melelahkan. Kalau menunjuk subkontraktor, opname kita lakukan sebulan sekali,
begitu juga pembayaran juga sebulan sekali
Memberikan pekerjaan kepada sub-kontraktor
mungkin membuat biaya produksi anda lebih mahal 10 s/d 15%, yang menjadi margin
keuntungan kontraktor. Akan tetapi secara tidak langsung membuat cashflow anda
terbantu karena prosedur pengeluaran (pembayaran) hanya sebulan sekali, bukan
harian atau mingguan.
Repotnya adalah jika
kontraktor anda kabur ditengah jalan, sehingga harus mencari kontraktor
pengganti. Konraktor kabur biasanya akibat problem internal mereka, atau
kontraktor sudah tahu bahwa jika proyek diteruskan bakalan rugi, sehingga
mereka memilih kabur. Kenaikan harga material adalah alasan klasik yang membuat
kontraktor kabur. Eskalasi harga material memang momok menakutkan bagi
kontraktor. Makanya saya sarankan bahwa jika estimasi harga borongan saat ini
(misalnya) Rp. 2.250.000,-/m2, saya sarankan agar dalam budgeting anda
menganggarkan Rp. 2.350.000,-/m2. Selisih Rp. 100.000,-/m2 anda pegang sebagai
safety margin yang sewaktu-waktu bisa dilepas kepada kontraktor jika mereka
benar-benar kesulitan.
Salah satu masalah jika kita
tunjuk subkontraktor ya seperti kasus diatas, dimana urusan-urusan dengan
suplier, tukang, dll yang seharusnya bukan porsi kita, terkadang kita kena
imbasnya jika kontraktor kita agak kacau manajemennya. Tapi hal seperti itu
selalu selesai dan menang di pihak kita koq, karena nyatanya kita tak ada
hubungan hutang piutang dengan mereka. Yang penting kewajiban kita dengan
kontraktor beres sesuai bunyi kontrak.
---------------------------------------------
Workshop Properti 2 Hari KETEMU JIN PROPERTI
DENPASAR BALI, 9 - 10 Nopember 2013, Hotel FAVE, Jln Teuku Umur Denpasar
BANJARMASIN, 30 Nop - 1 Des 2013, Hotel GRAND MENTARI, Jln. Lambung Amangkurat Banjarmasin.
Informasi; sdr. Agung di HP 0813 - 9088 8546 / PIN : 29D22D6F