HAL APA YANG ASYIK DILAKUKAN USAI BERCINTA???
AW | JIN PROPERTI - Kamis malam, menjelang Jumat. Kisaran jam 00.30 saat mata saya sudah mulai liyer-liyer
menjelang terlelap, mendadak ada BBM masuk. PING!!! Saya terbangun dan
membaca pesan masuk dari seseorang yang ada di daftar contact list BBM saya. Saya tidak mengenal langsung orangnya, tapi dia tahu PIN saya dari blog, dan memang saya jarang menolak seseorang yang invite PIN saya. Hampir 99% saya accept.
Om Jin, saya besok mau nego tanah dengan pemilik. Tanahnya bagus, sudah
saya survei tadi siang. Luasnya 4 ha lebih, harganya cuma 80.000/m2.
Bukan sawah, sudah sertipikat, dan aksesnya bisa dilalui 2 mobil
bersimpangan. Saya mencari lahan dengan kriteria diatas sesuai arahan di
blognya om Jin Properti.
Saya minta advise om Jin Properti buat bekal nego besok dengan pemilik
tanah. Tapi mengingat saya ini tak cakap bicara, saya minta diberikan 1
contoh draft penawaran tertulis yang terkait skema pembayaran yang akan
saya ajukan.
Waduuuuh, fans saya yang satu ini membuat saya sebel karena mengontak
saya jam 00.30 dinihari. Capek habis bercinta di malam Jumat, malah diberi pekerjaan memberikan advise skim pembayaran. Tapi saya tak ingin melihat dia gagap saat nego
dengan pemilik tanah. Akhirnya saya meminta email dia dan menuliskan
beberapa opsi SKEMA PEMBAYARAN yang harus dia negoisasikan nanti, yaitu
sbb;
Selain mengirim email berisi draft diatas, saya berikan juga penjelasan sebagai berikut ;
Meski ada 3 SKIM BAYAR, sebenarnya skim yang kita bidik adalah SKIM C,
yaitu skim kerjasama panjang, setelah didepan hanya membayar Uang Muka
sebesar 15%.
Meskipun demikian kita tetap perlu menawarkan 2 skim bayar lainnya,
yaitu skim A dan skim B, supaya pemilik tanah merasa diberikan pilihan.
SKIM A adalah skim pembayaran hardcash. Ini skim bayar jebakan saja.
Saat nego kita mesti tampil full power seakan-akan juga sanggup bayar
tunai keras, meski sebenarnya skim ini kita hindari alias 'not
recommended'. Jika pemilik tanah termakan dengan jebakan ini, jangan
galau, kita masih punya waktu cukup untuk mencari investor, karena kita
melakukan teknik buying time dengan meminta waktu mengurus perijinan
(baca; sampai dengan IMB terbit). Setidaknya itu memakan waktu 2-3
bulan, sehingga memberi kesempatan kepada kita untuk mencari MPM (mitra
pemilik modal) alias investor.
SKIM B adalah skim pembayaran tunai bertahap. Tempo atau durasi waktunya
tidak terlalu panjang, dan mungkin saja menarik minat pemilik tanah.
Tapi harganya kurang bagus karena masih dibawah harga penawaran dan
tidak memberikan added value (nilai tambah) apapun meski pembayarannya
mundur. Sehingga kemungkinan besar pemilik tanah tak akan memilih skim
ini.
SKIM C adalah skim paling bagus, karena harga yang kita tawarkan sama
dengan penawaran harga yang disebutkan oleh pemilik tanah. Kerugian
pemilik tanah adalah pembayaran yang ditarik panjang kebelakang. Tapi
bisa dikompensasi dengan pemberian profit sharing senilai 20 - 30%. Jika
sekedar diberi profit sharing belum cukup menarik, maka tambahkan opsi
kenaikan harga tanah secara otomatis sebesar 10% pertahun, mulai tahun
kedua dan seterusnya. Yang mengalami kenaikan harga hanya luasan lahan
yang belum terjual dan belum dilakukan AJB PPAT saja.
Untuk penjelasan mengenai teknis cara pembayaran dan lain-lain, saya
persilahkan anda membaca sendiri di draft yang sudah saya email ini.
Saya sudah ngantuk, saatnya tidur.
Sobat properti, jika anda bertanya hal apa yang asyik dilakukan usai bercinta di
hari Kamis malam? Ternyata jawabnya adalah membuka laptop dan mengirim
email mengenai skim pembayaran tanah, hahaahah ...
Jangan dicoba !!! Mending langsung tidur saja deh. Saya saja malas melakukannya, makanya saya menyuruh seseorang yang masih kuat melek malam itu untuk membantu saya mengetik email, upload tabel, dan mengirimkannya .... Saya hanya mendikte saja dengan mata tinggal 5 watt.
_____________________________
Kalau mau penjelasan lebih jelas, ikuti saja workshop properti 2 hari KETEMU JIN PROPERTI di Hotel FAVE Denpasar Bali pada tanggal 9-10 Nopember 2013 mendatang. Minat? Hub: sdr Agung ( 0813 90 888 546)
AriWibowoJinProperti.blogspot.com merupakan blog pribadi Ir. Ari Wibowo (AW Jin Properti) yang berisi tips trik seputar bisnis properti, yang disampaikan dengan humor namun serius.
Cari Artikel Menarik Disini
Rabu, 09 Oktober 2013
JANGAN MAU DISURUH MEMARKIR MODAL KERJA DIMUKA
WOW!!! DAUS PENGIN ML 312 KALI
AW JIN PROPERTI - Betapa senangnya hati Daus, ketika sore itu bersama kedua orang tuanya berangkat ke rumah Mini. Sore itu Daus bermaksud menemui orang tua Mini (yang sudah 2 tahun dipacarinya), guna menyampaikan maksud hati melamar dan menikahi Mini (nama lengkapnya Darmini).
Dengan suguhan teh manis serta singkong rebus, pembicaraan antara kedua calon besan itu berlangsung seru. Rupanya bapaknya Mini yang bernama pak Darmo tak ingin menyerahkan anak semata wayangnya itu kepada Daus tanpa melakukan seleksi soal 'bibit, bebet dan bobot'. Sehingga pak Darmo memberikan syarat-syarat yang cukup berat kepada Daus yang ingin meminang putrinya.
Pak Darmo meminta keluarga Daus mensubsidi 50% biaya resepsi pernikahan. Daus menyatakan siap asal pestanya jangan terlalu mewah, yang wajar-wajar saja. Pak Darmo meminta Daus membayar mahar berupa uang tunai senilai 50 juta ditambah seperangkat baju pesta. Daus meski kepalanya cenat-cenut menyatakan siap memenuhinya, sembari berpikir akan mengambil pinjaman dari koperasi di kantornya.
Yang bikin Daus hampir pingsan, ternyata pak Darmo masih menetapkan 1 syarat lainnya, yaitu Daus wajib menyerahkan jaminan tersedianya uang belanja untuk Mini selama 3 tahun kedepan, yaitu 5 juta/bulan x 36 bulan = 180 juta. Jaminan uang belanja tersebut harus diwujudkan dalam bentuk rekening tabungan bersama (joint account) atas nama Daus dan pak Darmo. Pak Darmo bersikeras menuntut jaminan ini, karena dia ingin memastikan bahwa anaknya tak bakal hidup susah karena setidaknya uang belanja 3 tahun kedepan sudah tersedia.
Daus komplain keras atas syarat yang dianggap mengada-ada dari calon mertuanya itu. Mana bisa ada kebijakan seperti itu? Subsidi biaya resepsi dan bayar mahar sudahlah cukup. Soal kebutuhan hidup 3 tahun kedepan bisa diusahakan sambil jalan karena Daus merasa dirinya punya pekerjaan tetap dan sering dapat penghasilan tambahan. Hidup bersama saja belum dijalani koq disuruh menyediakan jaminan.
Pak Darmo tak mau melunak dan tetap meminta syarat tersedianya jaminan uang belanja 3 tahun tersebut. Daus mulai naik pitam dan mempertimbangkan opsi meninggalkan Mini ketimbang punya mertua matre seperti pak Darmo.
"Pak Darmo, saya keberatan dengan syarat bapak. Saya tidak sanggup memenuhinya. Tidak lazim kebutuhan 3 tahun kedepan yang belum dijalani koq harus disediakan sebelum pernikahan. Kalau begitu, nanti saya balas dengan mengajak anak bapak ML 312x dalam 1 hari, biar perutnya meletus !!! Saya biasanya ML 2x seminggu. Jika setahun ada 52 minggu, maka 3 tahun ada 156 minggu. Artinya saya pengin ML 312x bersama Mini," kata Daus dengan nada ketus.
Pak Darmo kaget mendengar anaknya mau diajak ML 312x dalam waktu sehari sampai perutnya meletus.
"Lho, lho. ML apaan nih? Koq sampai perut anakku dibikin meletus?" tanya pak Darmo dengan rasa penasaran.
Daus menjawab; "ML artinya MAKAN LONTONG pak. Karena makan lontong sayur adalah kebiasaan saya sejak tinggal di Batam dulu. Sayur labu yang pedas, kuah rasa rempah, lauknya teri medan dan kacang, sedaaaaap ..... Kalau Mini menjadi istri saya, dia punya kewajiban memasak lontong sayur seminggu 2x buat saya."
Hahhahaa ..., dasar Daus.
Sobat properti, saya senang banget karena baru saja deal lahan kerjasama murni seluas 1,6 ha di sebuah kota besar. Tak perlu bayar tanah kontan, hanya diminta membayar komitmen fee 50 juta yang diperhitungkan sebagai uang muka, meski tetap harus ada bagi hasilnya. Bagi pemburu lahan hot deal seperti saya, sukses mendapatkan MPT (mitra pemilik tanah) seperti ini pantas disyukuri. Semua orang tahu bisnis properti adalah bisnis padat modal, karena untuk membeli lahan perlu keluar modal yang besar. Jika kita bisa punya proyek tanpa membayar tanah, maka reduksi modal yang terjadi sangatlah signifikan.
Oh ya, lahan seluas 1,6 ha tersebut dihargai 500.000/m2. Jadi totalnya 8 milyar. Saat MPT menanyakan kepada saya berapa potensi laba total? Saya jawab hanya 5 milyar saja, yang bisa dieksekusi dalam waktu 2 tahun.
Pelajaran buat kita bersama;
1. Jangan memasang target yang optimis jika itu menjadi KEWAJIBAN kita. Saya terbiasa memakai patokan bahwa "Laba sama dengan 1x harga tanah". Jika harga tanahnya 8 milyar, mestinya target laba yang bisa diraih juga 8 milyar. Tapi saya hanya berani menjanjikan laba 5 milyar saja, supaya ekspektasi MPT tidak berlebihan.
2. Lahan seluas 1,6 ha saya janjikan bisa dieksekusi dalam waktu 2 tahun. Kenapa? Saya pakai asumsi konservatif bahwa "1 hektar digarap 1 tahun", makanya kalau 1,6 ha saya proyeksikan selesai digarap 2 tahun. Dan tentu saja 2 tahun bukan dihitung sejak tanda-tangan kesepakatan kerjasama, melainkan dihitung sejak ijin terbit. Saya selalu meminta grass period untuk membuat desain dan mengurus perijinan. Artinya selama perijinan belum terbit, maka hitungan 24 bulan belumlah dimulai.
MPT bertanya kepada saya berapa ESTIMASI MODAL KERJA yang akan kami tanamkan di proyek kerjasama tersebut? Saya jawab kisaran 1,5 milyar. Saya tak mungkin membenamkan modal diatas 1,5 milyar, karena potensi laba yang menjadi bagian kami hanya 3 milyar (60% x 5 milyar) saja. Konsep saya adalah bahwa "ikan yang dipancing mesti punya bobot minimal 2x umpan kail yang kita siapkan".
MPT meminta kami agar menempatkan modal kerja senilai 1,5 milyar tersebut di rekening joint account, bersamaan dengan penanda-tanganan kesepakatan kerjasama. Alasannya supaya mereka yakin telah bekerjasama dengan mitra yang bonafid dan punya modal, sehingga proyek tidak macet ditengah jalan.
Waduuuw, kami keberatan jika uang 1,5 milyar mesti diparkir dimuka. Ini bukan soal kami mampu atau tidak mampu menyediakan modal kerja senilai 1,5 milyar. Tetapi lebih karena didasari pemikiran bahwa seharusnya modal disetorkan sesuai kebutuhan cashflow proyek. Apalagi proyek tersebut pastinya akan dilengkapi dengan Action Plan dan proyeksi cashflow.
Pemilik tanah berusaha ngotot agar kami tetap memarkir dana 1,5 milyar didalam joint account sebagai jaminan tersedianya modal kerja, tetapi saya menolak dan memberikan penjelasan sebagai berikut ;
1. Kesepakatan kerjasama adalah antara pihak I sebagai pemilik tanah dengan pihak II (baca; saya) sebagai pemilik modal merangkap pemilik keahlian.
2. Kewajiban pihak II adalah membiayai pelaksanaan proyek, dengan modal kerja maksimal 1,5 milyar yang dikeluarkan bertahap sesuai kebutuhan cashflow proyek. Jika modal kerja 1,5 milyar yang disediakan oleh pihak II ternyata kurang mencukupi untuk pelaksanaan proyek, maka akan dicarikan instrumen pembiayaan kredit konstruksi dari perbankan dengan mengagunkan obyek kerjasama.
3. Kewajiban pihak II adalah membayar commitment fee senilai Rp 50 juta di awal proyek, dan kemudian membayar tanah sesuai laju penjualan dengan harga satuan (brutto) senilai Rp 500.000/m2 sampai lunas.
4. Kewajiban pihak II adalah membagikan laba (profit sharing) senilai 40% di akhir proyek.
5. Uang muka dan pencairan KPR dari konsumen yang terkumpul di rekening penampungan bisa digunakan untuk kepentingan pembiayaan pelaksanaan proyek. Jika penjualan bagus dan piutang besar, maka bisa saja terjadi kondisi dimana setoran modal kerja tidak diperlukan lagi.
Sobat properti, dengan beberapa argumen diatas akhirnya saya berhasil mematahkan argumen MPT yang meminta kami memarkir dana 1,5 milyar dimuka. Dengan demikian kami hanya berkewajiban mensuplai dana sesuai kebutuhan cashflows saja.
Mirip kisah Daus diatas, yang menolak menyediakan jaminan uang belanja untuk istrinya, maka saya juga menolak memarkir modal kerja didepan. Yang penting kami bertanggung jawab didalam membiayai pelaksanaan proyek.
Ikuti : Workshop Properti 2 hari KETEMU JIN PROPERTI, tgl 9 - 10 Nopember 2013 di Hotel FAVE Denpasar Bali. Minat? Hub : sdr. Agung (HP 0813 - 90 888 546)
AW JIN PROPERTI - Betapa senangnya hati Daus, ketika sore itu bersama kedua orang tuanya berangkat ke rumah Mini. Sore itu Daus bermaksud menemui orang tua Mini (yang sudah 2 tahun dipacarinya), guna menyampaikan maksud hati melamar dan menikahi Mini (nama lengkapnya Darmini).
Dengan suguhan teh manis serta singkong rebus, pembicaraan antara kedua calon besan itu berlangsung seru. Rupanya bapaknya Mini yang bernama pak Darmo tak ingin menyerahkan anak semata wayangnya itu kepada Daus tanpa melakukan seleksi soal 'bibit, bebet dan bobot'. Sehingga pak Darmo memberikan syarat-syarat yang cukup berat kepada Daus yang ingin meminang putrinya.
Pak Darmo meminta keluarga Daus mensubsidi 50% biaya resepsi pernikahan. Daus menyatakan siap asal pestanya jangan terlalu mewah, yang wajar-wajar saja. Pak Darmo meminta Daus membayar mahar berupa uang tunai senilai 50 juta ditambah seperangkat baju pesta. Daus meski kepalanya cenat-cenut menyatakan siap memenuhinya, sembari berpikir akan mengambil pinjaman dari koperasi di kantornya.
Yang bikin Daus hampir pingsan, ternyata pak Darmo masih menetapkan 1 syarat lainnya, yaitu Daus wajib menyerahkan jaminan tersedianya uang belanja untuk Mini selama 3 tahun kedepan, yaitu 5 juta/bulan x 36 bulan = 180 juta. Jaminan uang belanja tersebut harus diwujudkan dalam bentuk rekening tabungan bersama (joint account) atas nama Daus dan pak Darmo. Pak Darmo bersikeras menuntut jaminan ini, karena dia ingin memastikan bahwa anaknya tak bakal hidup susah karena setidaknya uang belanja 3 tahun kedepan sudah tersedia.
Daus komplain keras atas syarat yang dianggap mengada-ada dari calon mertuanya itu. Mana bisa ada kebijakan seperti itu? Subsidi biaya resepsi dan bayar mahar sudahlah cukup. Soal kebutuhan hidup 3 tahun kedepan bisa diusahakan sambil jalan karena Daus merasa dirinya punya pekerjaan tetap dan sering dapat penghasilan tambahan. Hidup bersama saja belum dijalani koq disuruh menyediakan jaminan.
Pak Darmo tak mau melunak dan tetap meminta syarat tersedianya jaminan uang belanja 3 tahun tersebut. Daus mulai naik pitam dan mempertimbangkan opsi meninggalkan Mini ketimbang punya mertua matre seperti pak Darmo.
"Pak Darmo, saya keberatan dengan syarat bapak. Saya tidak sanggup memenuhinya. Tidak lazim kebutuhan 3 tahun kedepan yang belum dijalani koq harus disediakan sebelum pernikahan. Kalau begitu, nanti saya balas dengan mengajak anak bapak ML 312x dalam 1 hari, biar perutnya meletus !!! Saya biasanya ML 2x seminggu. Jika setahun ada 52 minggu, maka 3 tahun ada 156 minggu. Artinya saya pengin ML 312x bersama Mini," kata Daus dengan nada ketus.
Pak Darmo kaget mendengar anaknya mau diajak ML 312x dalam waktu sehari sampai perutnya meletus.
"Lho, lho. ML apaan nih? Koq sampai perut anakku dibikin meletus?" tanya pak Darmo dengan rasa penasaran.
Daus menjawab; "ML artinya MAKAN LONTONG pak. Karena makan lontong sayur adalah kebiasaan saya sejak tinggal di Batam dulu. Sayur labu yang pedas, kuah rasa rempah, lauknya teri medan dan kacang, sedaaaaap ..... Kalau Mini menjadi istri saya, dia punya kewajiban memasak lontong sayur seminggu 2x buat saya."
Hahhahaa ..., dasar Daus.
Sobat properti, saya senang banget karena baru saja deal lahan kerjasama murni seluas 1,6 ha di sebuah kota besar. Tak perlu bayar tanah kontan, hanya diminta membayar komitmen fee 50 juta yang diperhitungkan sebagai uang muka, meski tetap harus ada bagi hasilnya. Bagi pemburu lahan hot deal seperti saya, sukses mendapatkan MPT (mitra pemilik tanah) seperti ini pantas disyukuri. Semua orang tahu bisnis properti adalah bisnis padat modal, karena untuk membeli lahan perlu keluar modal yang besar. Jika kita bisa punya proyek tanpa membayar tanah, maka reduksi modal yang terjadi sangatlah signifikan.
Oh ya, lahan seluas 1,6 ha tersebut dihargai 500.000/m2. Jadi totalnya 8 milyar. Saat MPT menanyakan kepada saya berapa potensi laba total? Saya jawab hanya 5 milyar saja, yang bisa dieksekusi dalam waktu 2 tahun.
Pelajaran buat kita bersama;
1. Jangan memasang target yang optimis jika itu menjadi KEWAJIBAN kita. Saya terbiasa memakai patokan bahwa "Laba sama dengan 1x harga tanah". Jika harga tanahnya 8 milyar, mestinya target laba yang bisa diraih juga 8 milyar. Tapi saya hanya berani menjanjikan laba 5 milyar saja, supaya ekspektasi MPT tidak berlebihan.
2. Lahan seluas 1,6 ha saya janjikan bisa dieksekusi dalam waktu 2 tahun. Kenapa? Saya pakai asumsi konservatif bahwa "1 hektar digarap 1 tahun", makanya kalau 1,6 ha saya proyeksikan selesai digarap 2 tahun. Dan tentu saja 2 tahun bukan dihitung sejak tanda-tangan kesepakatan kerjasama, melainkan dihitung sejak ijin terbit. Saya selalu meminta grass period untuk membuat desain dan mengurus perijinan. Artinya selama perijinan belum terbit, maka hitungan 24 bulan belumlah dimulai.
MPT bertanya kepada saya berapa ESTIMASI MODAL KERJA yang akan kami tanamkan di proyek kerjasama tersebut? Saya jawab kisaran 1,5 milyar. Saya tak mungkin membenamkan modal diatas 1,5 milyar, karena potensi laba yang menjadi bagian kami hanya 3 milyar (60% x 5 milyar) saja. Konsep saya adalah bahwa "ikan yang dipancing mesti punya bobot minimal 2x umpan kail yang kita siapkan".
MPT meminta kami agar menempatkan modal kerja senilai 1,5 milyar tersebut di rekening joint account, bersamaan dengan penanda-tanganan kesepakatan kerjasama. Alasannya supaya mereka yakin telah bekerjasama dengan mitra yang bonafid dan punya modal, sehingga proyek tidak macet ditengah jalan.
Waduuuw, kami keberatan jika uang 1,5 milyar mesti diparkir dimuka. Ini bukan soal kami mampu atau tidak mampu menyediakan modal kerja senilai 1,5 milyar. Tetapi lebih karena didasari pemikiran bahwa seharusnya modal disetorkan sesuai kebutuhan cashflow proyek. Apalagi proyek tersebut pastinya akan dilengkapi dengan Action Plan dan proyeksi cashflow.
Pemilik tanah berusaha ngotot agar kami tetap memarkir dana 1,5 milyar didalam joint account sebagai jaminan tersedianya modal kerja, tetapi saya menolak dan memberikan penjelasan sebagai berikut ;
1. Kesepakatan kerjasama adalah antara pihak I sebagai pemilik tanah dengan pihak II (baca; saya) sebagai pemilik modal merangkap pemilik keahlian.
2. Kewajiban pihak II adalah membiayai pelaksanaan proyek, dengan modal kerja maksimal 1,5 milyar yang dikeluarkan bertahap sesuai kebutuhan cashflow proyek. Jika modal kerja 1,5 milyar yang disediakan oleh pihak II ternyata kurang mencukupi untuk pelaksanaan proyek, maka akan dicarikan instrumen pembiayaan kredit konstruksi dari perbankan dengan mengagunkan obyek kerjasama.
3. Kewajiban pihak II adalah membayar commitment fee senilai Rp 50 juta di awal proyek, dan kemudian membayar tanah sesuai laju penjualan dengan harga satuan (brutto) senilai Rp 500.000/m2 sampai lunas.
4. Kewajiban pihak II adalah membagikan laba (profit sharing) senilai 40% di akhir proyek.
5. Uang muka dan pencairan KPR dari konsumen yang terkumpul di rekening penampungan bisa digunakan untuk kepentingan pembiayaan pelaksanaan proyek. Jika penjualan bagus dan piutang besar, maka bisa saja terjadi kondisi dimana setoran modal kerja tidak diperlukan lagi.
Sobat properti, dengan beberapa argumen diatas akhirnya saya berhasil mematahkan argumen MPT yang meminta kami memarkir dana 1,5 milyar dimuka. Dengan demikian kami hanya berkewajiban mensuplai dana sesuai kebutuhan cashflows saja.
Mirip kisah Daus diatas, yang menolak menyediakan jaminan uang belanja untuk istrinya, maka saya juga menolak memarkir modal kerja didepan. Yang penting kami bertanggung jawab didalam membiayai pelaksanaan proyek.
Ikuti : Workshop Properti 2 hari KETEMU JIN PROPERTI, tgl 9 - 10 Nopember 2013 di Hotel FAVE Denpasar Bali. Minat? Hub : sdr. Agung (HP 0813 - 90 888 546)
Langganan:
Postingan (Atom)