TRICK MENGHADAPI TAGIHAN
BAYAR TANAH YANG JATUH TEMPO
Teringat pengalaman saya di
waktu masih remaja dulu, masih kelas 1 SMA. Saya sedang pergi bersama bapak
saya yang seorang pegawai negeri sipil di Dinas Pekerjaan Umum Jawa Tengah,
dengan menaiki mobil Datsun pick up. Kami sedang melewati jalan Sukun di Banyumanik
Semarang.
Entah apa yang terjadi,
mendadak ada insiden kecil dimana mobil yang dikendarai bapak saya menubruk
dari belakang sebuah mobil sedan Toyota Corolla DX (di jaman itu, mobil sekelas ini sudah keren). Tidak terlalu keras, tapi
ya pastinya tetap penyok. Langsung bapak saya mencoba mundur menepikan mobil
supaya bisa segera turun menemui pengendara mobil yang ditubruk dari belakang.
Bapak saya memundurkan mobil dan menepi dengan maksud supaya tidak menghalangi
pemakai jalan yang lain.
Pada saat yang bersamaan, si
pengendara mobil sedan tersebut juga sudah turun dari mobilnya dan menghampiri
bapak saya. Mobil sedannya dibiarkan tetap ditengah jalan meski menghalangi
mobil-mobil lainnya yang mau lewat.
Bapak saya masih didalam
mobil dan baru mau membuka pintu, eh si pemilik mobil sedan sudah ada disamping
pintu dan meminta bapak saya membuka jendelanya. Dia berkata-kata dengan kasar;
"Dasar sopir picek (buta), menabrak sembarangan. Awas kalau tidak mau
ganti rugi, kuhajar kamu!!!" Saat dia mengancam dengan kata 'awas!!' tangannya
yang kekar memegang kerah baju bapak saya.
Bapak saya tersudut karena
berada didalam kabin mobil dan tak leluasa bergerak. Kerah bajunya dipegang dan
diancam. Padahal setahu saya bapak saya tidak berniat kabur, dan masih punya
itikad bertanggung jawab untuk kesalahannya (kalau memang salah) dalam insiden
tersebut. Tapi dasar ketemu orang yang berangasan, belum komunikasi apapun
sudah melakukan aksi kasar dan mengancam.
Sebagai laki-laki dan anak
sulung, meski umur saya baru 16 tahun, saya segera keluar dari pintu samping
kiri. Saya ambil beberapa batu di tanah dan mendekati pemilik sedan yang sedang
marah tersebut.
Saya katakan begini;
"Kalau anda tidak menghentikan ancaman kepada bapak saya, akan saya lempar
kepala anda dengan batu ini. Saya tidak takut apa yang akan terjadi nanti.
Segera lepaskan atau saya lempar batu ini ke muka anda. Biarkan bapak saya
keluar pintu mobil dan bicara baik-baik dengan anda. Tolong mobil sedan anda
yang bagus itu ditepikan dulu ke bahu jalan biar tidak bikin macet..."
Pemilik mobil sedan merasa
kaget saya yang masih remaja dan berbadan kurus berani menantang dia. Saya
merasa tidak takut karena saya merasa bapak saya mau bertanggung-jawab koq
malah diancam-ancam seperti itu. Mau ribut ya saya pasti membela bapak saya.
Menang kalah urusan nanti.
Kejadian selanjutnya, bapak
saya berunding dengan orang tersebut, dan menjelaskan bahwa justru dia yang
mengerem mendadak tanpa lampu rem (lampunya mati) sehingga ditubruk dari
belakang oleh bapak saya. Lampu rem mobil sedan tersebut mati, jadi membuat
pengendara dibelakangnya tidak tahu saat mengerem mendadak.
Sobat properti, menerima
ancaman memang tidak enak. Apalagi jika ancaman itu membahayakan atau merugikan
diri kita. Diam teraniaya atau bangkit melawan adalah pilihan yang ada buat
kita.
Saya punya sobat properti
yang sedang menghadapi kasus gagal membayar kewajiban yang jatuh tempo.
Ceritanya dia membeli lahan seluas 3200 m2 dengan harga 500.000/m2, sudah dibayar
Rp 600 juta dan sisa Rp 1 milyar jatuh tempo tanggal 6 Januari 2014. Tapi dia
apes karena saat tanggal jatuh tempo nanti belum ada uang di tangan. Ada
potensi penerimaan yang mundur sehingga uang untuk pelunasan belum ada. Pada hari
Sabtu tanggal 4 Januari 2014 dia mengajak saya ngopi sambil cerita masalahnya.
Saya lihat bunyi klausul
pembayaran di akta PPJB nya, tertulis bahwa apabila Pihak Kedua (pembeli) tidak
mampu melunasi pembayaran senilai Rp 1.000.000.000,- (satu milyar Rupiah) pada
tanggal 6 Januari 2014, maka uang muka yang sudah dibayarkan dengan sendirinya
hangus sebagai sanksi pembatalan. Jelas-jelas bunyi pasal memberatkan dia.
Sobat properti tersebut
mengaku sudah berusaha komunikasi dengan pemilik tanah dan meminta toleransi
menunda pembayaran barang 1 bulan, karena dia ada potensi penerimaan di akhir
Januari 2014. Tapi pemilik tanah sangat kaku dan justru mengancam bahwa uang
muka dianggap hangus dan tanah kembali jadi milik dia. Siapa yang tak pusing
mau kehilangan uang 600 juta??
Saya tersenyum dan berusaha
menenangkan dia. Kemudian memberikan arahan demikian; "Ambil uang tunai 50
juta di bank, bawa kuitansi, bawa materai, dan segeralah datang ke rumah pemilik
tanah tersebut diatas jam 15.00. Mumpung ini masih tanggal 4 Januari 2014 (H-2
sebelum jatuh tempo). Sampaikan saja bahwa kamu baru saja nagih pembayaran ke
rekanan tapi baru dikasih 50 juta dan kekurangannya akan segera dibayar.
Mumpung lewat rumah pemilik tanah, kamu mau nitip sebagian pembayaran dulu
daripada membawa uang tunai pulang ke rumah, karena jam 15.00 bank sudah
tutup."
Akhirnya sobat properti
tersebut benar-benar menjalankan arahan dari saya, yaitu menemui pemilik tanah,
menyerahkan uang 50 juta, dan meminta kuitansi tanda terimanya. Usai dia
membayar, dia melapor kepada saya, dan meminta arahan selanjutnya.
Saya buatkan dia konsep
kalimat seperti ini;
Yth bpk....... (pemilik
tanah)
Mohon maaf karena satu dan
lain hal saya belum bisa melunasi pembayaran pada tanggal 6 Januari 2014 besok,
dikarenakan saya punya piutang macet di pihak ketiga. Akan tetapi saya punya
potensi penerimaan lainnya di akhir Januari 2014 yang akan saya alokasikan
untuk melunasi pembayaran tanah senilai 950 juta (bukan lagi 1 milyar sesuai
klausul PPJB).
Saya beritikad baik didalam
transaksi ini, dan punya komitmen untuk menyelesaikannya, mohon diberi
toleransi mundur selama maksimal 1 bulan.
Jika bapak bersikeras untuk
menghanguskan uang muka saya, maka saya akan melawan bapak secara hukum dan berperkara
di pengadilan. Saya YAKIN MENANG, karena pasal dimana saya dianggap berhutang 1
milyar tidak terpenuhi lagi. Bapak tahu bahwa per tanggal 6 Januari 2014 besok,
hutang saya tinggal 950 juta, bukan 1 milyar sesuai bunyi klausul di PPJB.
Jika bapak berani menghadapi
saya di jalur hukum, saya pastikan bahwa bapak akan membuang waktu lama dan
panjang dalam berperkara ini. Jika saya kalah, maka saya akan terus banding dan
banding lagi ke atas, bahkan sampai ke Mahkamah Agung. Selama belum ada
keputusan hukum yang berlaku tetap, maka tanah tersebut berstatus sengketa. Jadi
4 s/d 5 tahun kedepan, bapak tak akan bisa menjual lahan tersebut kepada pihak
lain karena sedang berperkara dengan saya.
Oleh karena itu mohon
kerjasama yang baik dari bapak agar berkenan memberi saya toleransi menunda
pembayaran barang 1 bulan saja. Jika saya kembali gagal bayar, silahkan
hanguskan uang muka saya.
Demikian hal ini saya
sampaikan, atas perhatiannya saya mengucapkan terima kasih.
Konsep surat tadi saya suruh
kirimkan ke pemilik tanah. Entah diantar langsung dalam bentuk surat, atau via
chat BBM atau via email, terserah saja. Asal jangan SMS karena pasti tidak
muat, hehe..
Pokoknya surat itu harus
sampai ke pemilik tanah, dan kemudian silahkan kalian berdua berunding. Kalau
belum bisa sepakat, ntar deh Senin 6 Januari 2014 saya dampingi kamu menemui
pemilik tanah. Biar kamu tahu bagaimana gaya Jin Properti menghadapi masalah
seperti ini. Dijamin pemilik tanah bakal kejang-kejang saat adu argumentasi
nanti. Kita tidak berlaku curang koq, kenapa tak boleh meminta sedikit
toleransi.
Sabtu malam minggu tak ada
kabar berita. Minggu pagi 5 Januari 2014 ada BBM masuk;
Suhu benar-benar Jin Properti..
Gila!! Pemilik tanah tanpa banyak cing cong langsung bersedia memberi toleransi
1 bulan mundur setelah menerima rangkaian kalimat buatan Jin Properti yang saya
kirimkan via BBM. Malah diajak ketemuan saja dia bilang tak perlu lagi.
Pokoknya saya diberi waktu untuk melunasi sampai dengan tanggal 6 Pebruari 2014
(mundur 1 bulan). Makasih ya suhu .....
Hahahaha.... kasus yang
beginian tak bakal selesai jika dibawa ke Klinik Tong Fang. Tapi hanya dengan
serangkaian kalimat via BBM, semuanya bisa selesai.