MANAJAMEN RESIKO
DIDALAM BISNIS PROPERTI
Tahukah anda, bahwa saya sudah mendengar rencana jalan tol
Semarang – Solo sejak saya masih duduk di bangku SMA? Tapi sampai sekarang
ketika anak saya yang sulung sudah mau lulus SMA, maka yang namanya jalan tol
Semarang – Solo itu masih operasional di ruas Semarang – Ungaran saja.
Tahukah anda bahwa seorang menteri (maaf saya tak bisa
sebutkan namanya) di jaman Presiden Soeharto berkuasa pernah memborong lahan
tambak ratusan hektar di kabupaten Bekasi, karena dalam sebuah rapat kabinet
pernah memutuskan untuk membuka bandara baru di daerah Bekasi, tetapi ternyata
kebijakan tersebut diralat dan diputuskan bandara baru dibuka di daerah
Cengkareng Tangerang. Pasti pak menteri tersebut kecewa dan mimpinya memiliki
proyek properti ratusan hektar disekitar bandara baru di Bekasi gagal total.
Lahan tambaknya terbengkelai, tak jadi diurug untuk dijadikan proyek properti.
Tahukah anda bahwa banyak pengembang kelas kakap juga
modalnya tertanam mati di lahan ratusan/ribuan hektar yang mereka beli di
kawasan Jonggol Cariuk? Karena mereka mendengar RENCANA bahwa Bambang
Trihatmojo (anak presiden waktu itu) bakal membuka kota baru di Jonggol dengan
berbagai fasilitas dan prasarana modern. Nyatanya begitu presiden Soeharto
lengser, rencana itu tinggalah rencana belaka. Bambang Tri tak mampu berbuat
apa-apa mewujudkan rencananya menjadi sebuah fakta.
Sobat properti, akhir-akhir ini banyak pengembang yang
mencoba membuka proyek properti di jalur Yogya menuju Wates Kulonprogo, karena
isue panas bahwa akan dibuka bandara
baru di daerah tersebut. Banyak yang menggantang mimpi bahwa terwujudnya
rencana bandara baru akan memberi berkah signifikan kepada mereka. Mungkin
mereka sekarang belanja tanah dengan harga 200 – 300 ribu per meter persegi,
dan berharap 2 – 3 tahun lagi harganya melambung menjadi 1 juta per meter dan
mereka untung besar.
Jika anda seorang SPEKULAN TANAH, silahkan melakukan praktek
tersebut. Tapi jika anda adalah pengembang properti, saran saya jangan
melakukan spekulasi. Anda bukan spekulan tanah. Lakukanlah hal-hal yang terukur
dan resikonya serendah mungkin.
Teori saya adalah ; "JANGAN MENGAMBIL KEPUTUSAN
BERDASARKAN RENCANA, TETAPI HARUS BERDASAR FAKTA DAN REALISASI DI LAPANGAN.”
Kenapa? Rencana bisa berubah, rencana bisa tertunda, rencana bisa bergeser.
Padahal investasi anda sifatnya sudah pasti. Uang sudah kecebur, bunga investasi
sudah jalan terus, tapi potensi market di lapangan tak seperti yang diharapkan.
Lihat cerita soal jalan tol Semarang – Solo yang saya
ceritakan diatas. Sejak saya SMA sudah mendengarnya, dan sampai saya sudah
lulus kuliah , punya anak, dan anak saya sudah mau lulus SMA, baru sampai ruas
jalan Ungaran (masih ada Bawen, Salatiga, Boyolali,Kartosuro, sampai Solo).
Yang terwujud baru 15% saja dari ruas jalan Semarang – Solo. Padahal sudah
memakan waktu 20 tahun sejak rencana tersebut dikumandangkan.
Untuk apa berharap beli lahan 300.000/m2 dan bisa dijual
menjadi 1 juta/m2, tetapi ternyata
justru dalam 2 – 3 tahun berjalan, lahannya tak bisa dikembangkan secara optimal.
Karena daya serap pasar masih rendah, dan potensi market yang riil belum ada.
Lebih baik menunggu sampai sebuah RENCANA yang anda dengar benar-benar terwujud
(terealisasi ) alias sudah bertransformasi
menjadi sebuah FAKTA. Mungkin anda tak akan menikmati margin tinggi, tapi anda
juga tak memiliki resiko rugi yang tinggi. Bisnis harus berjalan dalam
pengawalan instrumen MANAJEMEN RESIKO. Dan dalam pemahaman saya, mengambil
keputusan berdasarkan RENCANA memiliko resiko yang tinggi ketimbang mengambil
rencana berdasar sebuah FAKTA.
Baru-baru ini saya mendapat penawaran mengelola lahan eks
tambak udang seluas 2 ha di luar Jawa untuk dikembangkan menjadi perumahan
sederhana. Ketika saya bertanya apa potensi kawasan sekitarnya, dijawab disana
ada rencana akan dibangun sebuah kawasan industri. Mendengar kata RENCANA sudah
membuat saya alergi. Karena rencana bukanlah FAKTA. Saya dengan halus menjawab
bahwa penawaran ini boleh disampaikan ulang kepada saya ketika kawasan industri
yang diceritakan benar-benar sudah terealisasi. Banyak pabrik terbangun,
buruhnya ribuan orang, dan potensi market sudah riil.
Dijawab bahwa kalau
kawasannya sudah ramai, mungkin tak akan dikerja-samakan dengan saya, tapi akan
dijual saja secara glondongan kepada pihak lain. Hehe ..., ya gak apalah,
silahkan saja kalau mau dijual. Mana mau saya disuruh masuk ketika potensinya
masih belum jelas karena baru berdasar RENCANA, sementara kalau nanti semuanya
sudah riil dan menjadi FAKTA, malah saya tidak diajak. Bisnis itu manajemen
resiko, jadi kalau tahu resikonya tinggi, ya jangan diambil.