BETULKAH MERINTIS BISNIS PROPERTI SEBAGAI PENGEMBANG BENAR-BENAR GAMPANG??? Silahkan simak jawabannya disini : http://bukupengembangproperti.blogspot.com/2012/03/merintis-bisnis-properti-sebagai.html

Cari Artikel Menarik Disini

Selasa, 30 Juni 2015

PRESENTASI MEMAKAI MS EXCELL

MEMBALIKKAN KEADAAN
DAN MEMENANGKAN PERTANDINGAN

Kalau bicara tentang bisnis properti, saya sudah jadi praktisi sejak 1994. Meski statusnya antara 1994 s/d 2000 hanya sebagai karyawan (marketing manager). Baru sejak tahun 2001 saya jalani bisnis properti sebagai pengusaha dengan jabatan sebagai direksi.

Proyek yang saya kerjakan tersebar di beberapa kota. Khusus di kota Semarang ada 3 lokasi yang pernah saya kembangkan, yaitu Kampoeng Semawis di Kedungmundu, Kampoeng Hollywood di Manyaran, dan Kampoeng Harmoni di Mapagan Ungaran.

Mendengar kiprah saya di bisnis ini, almamater saya (FT Arsitektur UNDIP Semarang) di tahun 2009 mengundang saya untuk membawakan kuliah umum dengan thema properti. Tentu saja saya menerima undangan ini dan antusias menyiapkan materinya.

Saya ingat betul, materi presentasi saya siapkan dengan MS Excell. Lha gimana lagi? Saya baru pertama kali presentasi dengan memakai LCD proyektor. Syukurlah kuliah umum berjalan dengan baik, meski usai acara seorang dosen mengkritik saya sambil tertawa: "Mas AW, kalau presentasinya dilakukan memakai Power Point dengan banyak gambar-gambar, pasti lebih keren deh ..."

Usai kuliah umum di Undip tersebut, dimana saya mengingat respon mahasiswa peserta yang antusias dengan materinya, mendadak saya merasa punya talent terpendam, yaitu mengajar. Meski pakai Excell, tapi saya enjoy dan asyik memberikan materi kuliah. Tidak gugup atau grogi, tapi tetap sistematis dan terstruktur dalam mentransfer modul kuliah. Saya sangat menikmatinya.

Hmm, saya langsung belajar Power Point. Saya membuat modul berjudul 'Cara Gampang Jadi Pengembang Dengan Modal Recehan'. Saat modulnya sudah jadi, saya bingung materi ini mau dipresentasikan ke siapa? Belum tentu pihak fakultas mau undang saya lagi. Padahal saya pengin banget mempresentasikan modul yang sudah saya buat.

Akhirnya saya berinisiatif coba buat acara workshop seperti yang sering diiklankan di koran. Saya buka kelas properti 2 hari yang digelar di Hotel Santika (jln Ahmad Yani Semarang). Meski cuma bayar 1,5 juta tapi pesertanya hanya terkumpul 7 orang saja. Sedikit sekali, dibawah ekspektasi. Saya lemas, merasa tidak percaya diri. Level saya belum sampai kesitu. Tak banyak orang yang mau belajar dari trainer tak jelas dan tanpa reputasi seperti saya. Saya putuskan itu kelas pertama sekaligus terakhir. Modulnya saya delete karena frustasi.

Sekian bulan saya tak ingat lagi tentang workshop properti, sampai saya menonton sebuah film yang terselip quote menarik: "Sekalipun kamu kalah di babak pertama, kamu masih bisa membalikkan keadaan dan menang di akhir pertandingan." Quote itu sangat memotivasi semangat yang terlanjur saya padamkan sendiri akibat hanya mendapat 7 peserta di workshop pertama.

Saya membuat lagi modul presentasi yang sudah saya delete. Iklan di blog dan koran saya optimalkan. Saya tak ingin disebut kalah di babak pertama, sementara menit pertandingan masih panjang dan belum berakhir. Ini bukan lagi urusan untung rugi secara materi. Tapi saya tak mau jadi pecundang yang langsung mengubur impian hanya karena tak sukses di kesempatan pertama.

Syukur alhamdulilah. Event kedua sukses dengan jumlah peserta 29 orang. Pesertanya tak hanya dari Semarang, tapi juga ada yang dari Jakarta, Medan dll. Rupanya blog properti saya memiliki banyak fans dan mereka tertarik untuk berjumpa langsung dengan penulisnya. Saya menyesal kenapa event pertama dulu hanya beriklan di koran dan tidak memanfaatkan laman blog saya. Padahal jelas-jelas pembaca blog properti adalah sekumpulan orang yang punya passion properti, dan itu riil market memasarkan produk berupa workshop properti.

Pelajaran dari artikel ini adalah jangan gampang menyerah dan putus asa. Sesuatu yang kita anggap gagal ternyata jika diulang dengan beberapa perbaikan dan dilakukan dengan penuh keyakinan, bisa memberikan hasil yang berbeda. Saat ini sudah puluhan kali saya gelar workshop properti. Alumni PKP (Perguruan Kungfu Properti) juga sudah ribuan. Dan ini semua tak bakal ada jika dulu saya menyerah di kesempatan pertama.

Pelajaran kedua, eksplorasi bakat terpendam yang ada didalam diri anda. Saya tak pernah sekolah guru, juga tak pernah bermimpi jadi guru. Tapi 1x kesempatan mengajar (meski presentasi pakai MS Excell) telah membuat saya tersadar bahwa ternyata saya punya talenta mengajar. Talenta ini yang membuat saya punya network yang besar dan tersebar dimana-mana. Ikut kelas properti saya sekarang tarifnya juga sudah 3 atau 4 juta dan itu adalah rejeki yang dikaruniakan Tuhan kepada saya berkat talenta mengajar.

Tetap semangat !!!

SIAPA MAU DIAMPUTASI ???

PENGURANGAN LABA


Maaf jika anda tidak nyaman melihat gambar ini. Saya hanya ingin membuat sebuah analogi tentang sebuah kata berjudul AMPUTASI. Yang didefinisikan sebagai menghilangkan sebagian anggota tubuh, demi menjaga agar tidak menimbulkan efek yang lebih besar terhadap tubuh secara keseluruhan.

Sakitnya lahir batin. Sakit luar biasa secara lahir saat dilakukan amputasi, dan sakit batin menghadapi kenyataan bahwa kita menjadi orang cacat.

Jika anda seorang dokter yang harus mengatakan kepada pasien anda bahwa salah satu anggota tubuh pasien anda harus diamputasi, bisakah anda menyampaikan dengan tersenyum atau dengan raut muka sukacita? Siapa orangnya yang mau diamputasi?

Saya baru saja mengalami tekanan batin ketika harus menyampaikan kepada mitra pemodal di proyek saya, bahwa laba harus diamputasi alias dikurangi demi menyelamatkan proyek secara keseluruhan. Berita menurunkan laba adalah berita buruk buat mitra kita.

Tapi sepertinya realita ini tak bisa saya hindari. Sebuah proyek yang tadinya di bulan pertama bisa terjual 12 unit, ternyata 5 bulan selanjutnya hanya ada tambahan 6 unit saja. Penjualan stag. Cash in sedikit. Progres lapangan tak bisa bergerak. Sales mulai kehilangan rasa percaya diri terhadap produk yang dipasarkannya.

Saya memeras otak, berdiskusi dengan mitra profesional yang incharge di proyek tersebut. Akhirnya saya menarik kesimpulan sbb ; HARGA JUAL RUMAH T-36/78 SEHARGA 275 JUTA TERLALU MAHAL. Buktinya penyerapan konsumen rendah. Padahal iklan dan promosi sudah cukup bagus.

Solusi dari problem diatas adalah menurunkan harga jual konsumen. Dan saya memutuskan untuk menempuh 2 langkah sebagai berikut :

1. Menurunkan target laba, semula 3,3 milyar diturunkan menjadi 2,7 milyar.
2. Menurunkan spec material dengan catatan dikomunikasikan kepada konsumen baru bahwa spec baru berbeda dengan spec lama. Harga borongan semula 2 jt/m2 diturunkan menjadi Rp 1,6 jt/m2 dengan menyederhanakan desain.
 


Saat pemodal saya ajak meeting untuk membahas hal ini, nampak sekali kurang happy. Mukanya ditekuk, ngomong kelihatan malas. Tapi saya cuek saja, dan mengeraskan hati bahwa ini adalah obat untuk mengatasi penyakit ini. Sebelum penyakit ini menggerogoti bagian tubuh yang lain. Pemodal minta turunnya jangan banyak-banyak, diusahakan minimal tetap 3 milyar. Akhirnya kami sepakati bahwa laba hanya turun 10% saja dari target awal.

Hewes hewesss, Action Plan revisi ditanda-tangani tanggal 9 Juni 2015. Saya minta divisi pemasaran langsung bikin gebrakan untuk memasarkan produk dengan harga baru ini, yaitu Rp 231 juta. Penurunan cukup signifikan sebesar 44 juta. Uang muka yang semula 20% saya turunkan jadi 15% saja. Urusan plafond kredit KPR dipikir belakangan nanti saja. Pokoknya harus bisa memperbaiki kinerja penjualan. Itu akan membuat cashflow sehat dan mental sales pulih kembali. Kalau rapat dengan pemodalpun juga tak merasa ada beban.

Puji Tuhan, alhamdulilah, sejak 9 Juni sampai akhir bulan ini, angka penjualan tercatat bertambah 12 unit lagi. Semoga kinerja pemasaran bisa dipertahankan, syukur ditingkatkan.


Sobat properti, mengurangi laba adalah sebuah musibah. Tapi terkadang hal ini terpaksa kita lakukan jika ternyata hasil evaluasi menunjukkan ternyata harga jual kita masih terlalu mahal. Ini bukan sesuatu yang recommended. Jika terpaksa melakukan hal ini yang harus anda lakukan adalah bahwa harus meminta persetujuan dari mitra kita, yaitu pemodal. Mungkin juga harus meminta persetujuan dari pemilik tanah jika pemilik tanah juga mendapatkan alokasi prosentase laba. Siapapun yang mendapat bagian laba harus menyetujui perihal pengurangan laba ini.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

ShareThis