PENGURANGAN LABA
Maaf jika anda tidak nyaman melihat gambar ini. Saya hanya ingin membuat sebuah analogi tentang sebuah kata berjudul AMPUTASI. Yang didefinisikan sebagai menghilangkan sebagian anggota tubuh, demi menjaga agar tidak menimbulkan efek yang lebih besar terhadap tubuh secara keseluruhan.
Sakitnya lahir batin. Sakit luar biasa secara lahir saat dilakukan amputasi, dan sakit batin menghadapi kenyataan bahwa kita menjadi orang cacat.
Jika anda seorang dokter yang harus mengatakan kepada pasien anda bahwa salah satu anggota tubuh pasien anda harus diamputasi, bisakah anda menyampaikan dengan tersenyum atau dengan raut muka sukacita? Siapa orangnya yang mau diamputasi?
Saya baru saja mengalami tekanan batin ketika harus menyampaikan kepada mitra pemodal di proyek saya, bahwa laba harus diamputasi alias dikurangi demi menyelamatkan proyek secara keseluruhan. Berita menurunkan laba adalah berita buruk buat mitra kita.
Tapi sepertinya realita ini tak bisa saya hindari. Sebuah proyek yang tadinya di bulan pertama bisa terjual 12 unit, ternyata 5 bulan selanjutnya hanya ada tambahan 6 unit saja. Penjualan stag. Cash in sedikit. Progres lapangan tak bisa bergerak. Sales mulai kehilangan rasa percaya diri terhadap produk yang dipasarkannya.
Saya memeras otak, berdiskusi dengan mitra profesional yang incharge di proyek tersebut. Akhirnya saya menarik kesimpulan sbb ; HARGA JUAL RUMAH T-36/78 SEHARGA 275 JUTA TERLALU MAHAL. Buktinya penyerapan konsumen rendah. Padahal iklan dan promosi sudah cukup bagus.
Solusi dari problem diatas adalah menurunkan harga jual konsumen. Dan saya memutuskan untuk menempuh 2 langkah sebagai berikut :
1. Menurunkan target laba, semula 3,3 milyar diturunkan menjadi 2,7 milyar.
2. Menurunkan spec material dengan catatan dikomunikasikan kepada konsumen baru bahwa spec baru berbeda dengan spec lama. Harga borongan semula 2 jt/m2 diturunkan menjadi Rp 1,6 jt/m2 dengan menyederhanakan desain.
Saat pemodal saya ajak meeting untuk membahas hal ini, nampak sekali kurang happy. Mukanya ditekuk, ngomong kelihatan malas. Tapi saya cuek saja, dan mengeraskan hati bahwa ini adalah obat untuk mengatasi penyakit ini. Sebelum penyakit ini menggerogoti bagian tubuh yang lain. Pemodal minta turunnya jangan banyak-banyak, diusahakan minimal tetap 3 milyar. Akhirnya kami sepakati bahwa laba hanya turun 10% saja dari target awal.
Hewes hewesss, Action Plan revisi ditanda-tangani tanggal 9 Juni 2015. Saya minta divisi pemasaran langsung bikin gebrakan untuk memasarkan produk dengan harga baru ini, yaitu Rp 231 juta. Penurunan cukup signifikan sebesar 44 juta. Uang muka yang semula 20% saya turunkan jadi 15% saja. Urusan plafond kredit KPR dipikir belakangan nanti saja. Pokoknya harus bisa memperbaiki kinerja penjualan. Itu akan membuat cashflow sehat dan mental sales pulih kembali. Kalau rapat dengan pemodalpun juga tak merasa ada beban.
Puji Tuhan, alhamdulilah, sejak 9 Juni sampai akhir bulan ini, angka penjualan tercatat bertambah 12 unit lagi. Semoga kinerja pemasaran bisa dipertahankan, syukur ditingkatkan.
Sobat properti, mengurangi laba adalah sebuah musibah. Tapi terkadang hal ini terpaksa kita lakukan jika ternyata hasil evaluasi menunjukkan ternyata harga jual kita masih terlalu mahal. Ini bukan sesuatu yang recommended. Jika terpaksa melakukan hal ini yang harus anda lakukan adalah bahwa harus meminta persetujuan dari mitra kita, yaitu pemodal. Mungkin juga harus meminta persetujuan dari pemilik tanah jika pemilik tanah juga mendapatkan alokasi prosentase laba. Siapapun yang mendapat bagian laba harus menyetujui perihal pengurangan laba ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.