ARIWIBOWOJINPROPERTI.BLOGSPOT.COM - Dalam sebuah penerbangan dari Jakarta ke Semarang di tahun 2002 yang lalu, saya ketemu adik angkatan di FT Arsitektur Undip, seorang cewek yang menurut saya sih lumayan manis. Point 6,99 deh. Kurang 0,01 sudah masuk kategori cantik.
Seperti biasa pasti tukar cerita dan informasi soal karir serta keluarga. Eh, dia ngaku masih jomblo di usia yang sudah menginjak kepala 3. “Belum dapat jodoh nih, cariin dong, mas … Serius nih.” begitu katanya padaku. Cewek manis, smart, pendidikan tinggi, sudah kerja di perusahaan besar dan mapan. Ini sih dagangan yang mudah laku menurut saya jika boleh disebut ‘dagangan’.
Tak sampai 2 minggu adik angkatan tadi saya kenalkan dengan relasi saya yang juga bujangan dan punya usaha di bidang percetakan dan foto copy. Ketemuannya di sebuah rumah makan, dan saya yang membayari nota tagihan di hari percomblangan itu saya lakukan. Tujuan saya biar mereka saling kenal dan tukar nomor telepon. Selanjutnya biar berjalan sendiri secara alami ..
Boleh percaya boleh tidak, tak sampai 1 tahun sejak percomblangan itu, mereka berdua menikah. Tentu saja saya jadi tamu istimewa di hari pernikahan mereka. Bayangkan, bertahun-tahun si cewek menunggu jodohnya tak pernah datang, dan saya ditunjuk Tuhan jadi perantara dia mencarikan jodoh.
* * *
Sobat properti, saya diperlakukan istimewa di hari pernikahan mereka, karena sayalah comblang alias perantara pasangan yang menikah itu. Mereka berdua mengakui jasa saya sebagai comblang.
Tapi di proyek yang saya pasarkan pernah ada comblang yang tidak dianggap lho. Ceritanya ada seseorang yang datang ke front office dan menagih fee perantara (mediator) untuk sebuah transaksi (sebut saja transaksi A-02 atas nama bang Toyib). Dia mengaku bahwa 3 minggu lalu telah memberikan brosur perumahan kami kepada bang Toyib, juga mengantar ke lokasi proyek saat maghrib dan kantor pemasaran sudah tutup. Hanya saja ketika bang Toyib membayar uang tanda jadi unit A-02 di kantor pemasaran terjadi diluar sepengetahuan dia.
Tentu saja kami menolak klaim tersebut. Peran Mak Comblang tak dianggap. Kami tidak mengakui adanya klaim yang dilakukan setelah terjadi transaksi. Bisa saja dia punya kontribusi beneran, bisa juga asal mengaku-ngaku supaya dapat fee. Konfirmasi sebagai mediator harus dilakukan sebelum terjadi transaksi. Dan untuk itu ada Form Mediator yang dibuat secara tertulis. Disitu diatur juga mengenai ketentuan kapan komisi penjualan bisa diklaim oleh mediator.
Saat kami melakukan konfirmasi secara diam-diam ke bang Toyib, kami dapat info bahwa sebenarnya memang benar mediator tadi yang telah memberikan brosur dan mengantar survei lokasi. Tapi karena aturan main tak memperbolehkan klaim sesudah transaksi, kami tetap tidak bersedia membayarkannya.
Sobat properti, apakah produk properti anda menyediakan fee mediator seperti yang biasa saya berlakukan di proyek-proyek kami?
Saat saya masih menjadi Marketing Manager di Pulau Batam dahulu (1994 s/d 2000), dalam catatan saya dari 10x transaksi kemungkinan besar 2 atau 3 transaksi diantaranya melalui jasa mediator alias perantara. Artinya kontribusi pihak lain diluar sales force internal kita sendiri mencapai 20 - 30%.Nilai komisi penjualan (marketing fee) yang disediakan oleh perusahaan kami adalah 1% dari harga transaksi. Yang boleh diklaim saat pembayaran konsumen sudah mencapai 20% dari harga transaksi.
Profil mediator ini macam-macam. Ada yang ibu rumah tangga, ada sales otomotif, ada sales asuransi, ada sales kartu kredit, ada HRD Manager dll. Hampir semuanya menjadi mediator dalam konteks ‘iseng-iseng berhadiah’, bukan secara khusus bekerja memburu fee. Ini hanya dijadikan pekerjaan sampingan saja. Dan maksimal dapat 2 pembeli mereka sudah tak produktif lagi dan akan datang mediator-mediator lainnya.
Tapi entah kenapa untuk proyek-proyek yang saya kembangkan dan pasarkan di pulau Jawa, prosentase transaksi yang memakai jasa mediator sedikit sekali. Dari 20x transaksi mungkin hanya ada 1 mediator. Berarti cuma 5% saja kontribusinya.
Ketika nostalgia manisnya jasa mak comblang (mediator) ini saya geber dan saya optimalkan di proyek Grand Greenwood Manyaran Semarang bulan Desember tahun 2010 yang lalu, kami berhasil menjual lebih dari 200 unit dalam waktu 11 hari saja. Ini kasus riil, bukan fiktif. Meski kesuksesan itu bukan semata-mata faktor mediator yang dalam ilmu pemasaran masuk ke aspek PLACE (Distribution), tetapi sinergi dari aspek PROMOSI yang tepat, dan juga PRICING STRATEGY pakai Teori Mike Tyson yang luar biasa dahsyatnya.
Apa itu Teori Mike Tyson?? Sssstt, akan dibahas dan dibagikan dalam artikel tahun depan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.