PENINGKATAN MUTU
Pak AW, menjual rumah FLPP diatas pagu harga pemerintah boleh
gak sih?
"Boleh kalau gak ketahuan
..."
Yeah, jangan gitu dong mas. Saya
mau jadi pengembang properti garis lurus saja. Tak suka garis kenyal yang suka
zig zag begitu.
"Secara legal sebenarnya
tidak boleh. Karena itu menyimpang dari target sasaran yang sebenarnya. FLPP
menyasar MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah), makanya diberikan banyak
kemudahan misal; bebas PPN, PPH 1%, DP 5%, bunga disubsidi, SBUM (Subsidi
Bantuan Uang Muka), bantuan PSU (Prasarana Sarana Umum). Semua itu adalah niat
baik pemerintah agar MBR bisa memiliki rumah."
"Jika ada pengembang menjual
rumah FLPP seharga Rp 165 jt, padahal pagu harga cuma Rp 140 jt, memang ke
konsumen bisa disebut sebagai biaya peningkatan mutu. Jadi konsumen harus bayar
DP normal 5% ditambah bea peningkatan mutu Rp 25 jt."
Lantas dimana letak kesalahannya?
Tidak merugikan siapapun. DP dan bea peningkatan mutu juga duitnya konsumen
yang diperoleh secara halal, bukan dari nyolong.
"Begini lho. Orang yang
mampu membayar DP sebesar (5% x 140 jt) ditambah peningkatan mutu Rp 25 jt
sebenarnya tidak masuk kriteria MBR, jadi tidak layak disubsidi dan diberikan
banyak kemudahan. Mereka seharusnya segmen kelas rumah komersil, tapi
pengembang melakukan rekayasa agar bisa membeli rumah FLPP yang menikmati
banyak kemudahan dan subsidi. Akibatnya subsidi pemerintah jatuh ke target
market yang salah. Mirip orang yang mampu beli Innova tapi belinya Premium,
padahal seharusnya beli Pertalite atau Pertamax. Disitulah letak
penyimpangannya, yaitu pengembang membantu orang orang mampu mengambil haknya
orang yang tidak mampu."
Wuihh ngeri .. Aliran garis
kenyal yang begituan saya ogah melakukannya. Takut ada apa apa dibelakang hari.
Jadi pengembang yang melakukan praktek seperti itu bisa disebut berkelakuan
busuk ya pak?
"Tidak! Saya juga
pengembang, tak rela disebut berkelakuan busuk. Saya sebut aliran #GarisKenyal saja.
Yang lebih lentur, fleksibel, menyesuaikan dengan kondisi lapangan. Hal ini
biasanya terjadi akibat perolehan harga tanah yang mahal, bea perijinan dan
birokrasi yang mahal, juga harga material yang mahal. Tak ada orang berbisnis
yang mau rugi. Jika menjual dengan harga sesuai pagu pemerintah bisa masuk
harganya, saya yakin mereka tak akan serakah menjual diatas pagu harga."
"Apalagi untuk pengembang
yang di daerahnya ada aturan luas kavling minimal 120 m2 atau 160 m2, duh makin
susah itu dengan batasan pagu harga rumah FLPP dari pemerintah. Karena
kepentingan Pemda menyangkut tata ruang pasti tidak sinkron dengan pagu harga
dari pemerintah."
Jadi pengembang garis kenyal itu
sebenarnya melakukan praktik seperti itu akibat kepepet ya?
"Begitulah.
Sebenarnya saya bisa memahami tindakan mereka. Meskipun lebih bijaksana jika
memperjuangkannya melalui asosiasi seperti REI APERSI dll, supaya pagu harga
pemerintah disesuaikan supaya semua pihak (pengembang dan konsumen) tak ada
yang dirugikan."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.