BETULKAH MERINTIS BISNIS PROPERTI SEBAGAI PENGEMBANG BENAR-BENAR GAMPANG??? Silahkan simak jawabannya disini : http://bukupengembangproperti.blogspot.com/2012/03/merintis-bisnis-properti-sebagai.html

Cari Artikel Menarik Disini

Rabu, 14 Desember 2011

IBU GURU KENA JAMBRET



IBU GURU KENA JAMBRET


ARIWIBOWOJINPROPERTI.BLOGSPOT.COM - Senang banget rasanya saat anak saya yang SMP menunjukkan hasil ulangan umum mata pelajaran matematika, mendapatkan nilai 100. Sempurna. Kemampuan dia seperti papanya yang dulu juga jago matematika, haha ..

Saat yang bersamaan anak saya juga bercerita bahwa jadwal terima rapor yang semula direncanakan Sabtu 17 Desember 2011 kemungkinan besar akan ditunda minggu depan untuk jadwal yang belum bisa dipastikan.

"Lho, kenapa jadwal pembagian rapor bisa terlambat?" tanya saya dengan penasaran. Selanjutnya anak saya bercerita bahwa ibu gurunya saat belanja di pasar kena jambret, kalung emasnya ditarik dengan paksa, dan leher ibu guru terluka karena ada sobekan dan sayatan cukup panjang serta dalam. Ibu gurunya sekarang opname di rumah sakit, jadi tak bisa mengerjakan pengisian rapor, dan berakibat pembagian rapor terlambat. Tadi kepala sekolah sudah mengumumkan keterlambatan ini didepan kelas, begitu penjelasan anak saya.

Mendengar cerita seperti itu, tentu saja sebagai orang tua siswa saya bisa maklum. Namanya juga musibah. Semua orang tua siswa lainnya pasti juga memaklumi dan tak mungkin komplain atas keterlambatan pembagian rapor ini.

* * *

Sobat properti, ada keterlambatan yang bisa dimaklumi, ada juga keterlambatan yang sulit dimaklumi. Seperti kisah keterlambatan serah terima bangunan ke konsumen yang dijadwalkan oleh pengembang baru dimana teman saya duduk sebagai direksinya. Kebetulan itu proyek pertama dia di bisnis properti.

Saya melihat sendiri ada seorang konsumen memarahi sales dan ngomel-ngomel dengan suara keras, karena jadwal serah terima yang dijanjikan 30 Nopember 2011, ternyata sampai dengan tanggal 11 Desember 2011 belum terealisasi. Bangunan fisik sudah jadi 100%, tetapi sambungan listrik dan air bersih belum terpasang.

Konsumen itu marah karena dia terpaksa harus membayar kost lagi 500rb perbulan, sementara angsuran KPR bulanan di bank sebesar Rp 1,4 juta juga sudah jalan. Keterlambatan ini sangat memberatkan dia karena harus menjalankan kewajiban ganda. Konsumen minta pengembang memberi kompensasi sebesar uang kost.

Usai melihat kejadian tadi, saya kemudian banyak memberi advis kepada teman saya dalam hal tahapan proses produksi dan melengkapi jaringan utilitas (listrik dan air bersih), agar tidak terulang kasus keterlambatan penyerahan bangunan seperti tadi.

Saat bicara soal aspek legalitas, saya kaget saat tahu bahwa antara penjual dan pembeli ternyata tidak memiliki dokumen legal apapun yang ditanda-tangani kedua belah pihak. Yang ada cuma semacam kuitansi penerimaan tanda jadi, tapi ada kolom keterangan yang cukup panjang yang mendetail jadwal pembayaran selanjutnya dari konsumen setelah pembayaran booking fee. Bahkan kalimat yang menyebutkan soal serah terima bangunan cuma muncul dalam 1 statement pendek seperti ini; "Jadwal serah terima bangunan adalah tanggal 30 Nopember 2011." Tak lebih dan tak kurang. Pantas saja konsumen ngamuk karena realisasinya melebihi jadwal yang dijanjikan.

Saya kemudian menyarankan kapada teman saya untuk menduplikasi prosedur administrasi penjualan standar seperti yang saya terapkan di proyek-proyek yang saya kembangkan. Saya memperkenalkan adanya form SPKB (Surat Pesanan Kavling dan Bangunan), dan juga SKJB (Surat Kesepakatan Jual Beli). SKJB menurut UU Perlindungan Konsumen disebut klausula baku, yaitu kesepakatan yang mengatur hak dan kewajiban dalam transaksi.

Secara khusus saya juga menunjukkan adanya klausul yang memproteksi kepentingan pengembang jika sampai terjadi keterlambatan dalam penyerahan bangunan. Contoh bunyi klausulnya seperti ini;

- Penjual berjanji akan menyerahkan bangunan kepada pembeli pada tanggal 30 Nopember 2011.
- Apabila terjadi keterlambatan penyerahan bangunan, pembeli menyatakan bersedia memberikan toleransi waktu selama 90 (sembilanpuluh) hari lagi kepada Penjual untuk menyelesaikan kewajibannya dengan tanpa dikenakan denda.

"Astaga!! Lama amat, 90 hari tanpa dikenakan denda. Memang konsumennya mau diperlakukan seperti itu?" teman saya bertanya dengan wajah serius.

"Eh, kenapa tidak mau? Cermati saja bunyi pasalnya. Itu bukan kita (penjual) yang minta diberi toleransi keterlambatan 90 hari tanpa denda, tapi justru pembeli sendiri yang menyatakan bersedia memberi toleransi kepada kita. Dalam konteks ini kita yang diberi toleransi, bukan kita meminta toleransi .... Jangan meminta, kecuali diberi." jawab saya sambil tertawa-tawa.

Sobat properti, sudahkah anda memiliki pasal antisipasi keterlambatan itu dalam klausul perikatan jual beli anda? Itu hanyalah antisipasi saja. Karena dalam prakteknya saat kita bekerja tentu ingin melakukannya dengan baik, dan memuaskan konsumen kita, dengan menyerahkan bangunan tepat pada waktunya. Tapi siapa tahu kontraktor kita kena jambret dan lehernya terluka, bisa-bisa jadwal penyelesaian bangunan terlambat. Kalau itu terjadi, kita sudah siap dan tidak kena klaim konsumen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

ShareThis