BETULKAH MERINTIS BISNIS PROPERTI SEBAGAI PENGEMBANG BENAR-BENAR GAMPANG??? Silahkan simak jawabannya disini : http://bukupengembangproperti.blogspot.com/2012/03/merintis-bisnis-properti-sebagai.html

Cari Artikel Menarik Disini

Sabtu, 24 Desember 2011

AKIBAT KOMAT KAMIT



AKIBAT KOMAT KAMIT

ARIWIBOWOJINPROPERTI.BLOGSPOT.COM - Sedih banget dengar cerita seorang teman yang punya jabatan sebagai General Manager di sebuah perusahaan real estate, yang katanya habis dicaci maki oleh direkturnya gara-gara ada piutang tak tertagih di periode Jan - Des 2011 ini senilai Rp 270 juta.

Itu adalah akumulasi dari piutang yang timbul akibat dipaksakannya penanda-tanganan akad kredit dalam kondisi uang muka konsumen belum lunas tapi Surat Persetujuan Kredit dari bank sudah terbit, dan kondisi cashflow perusahaan lagi komat-kamit sehingga butuh inject dana segera. Terpaksalah konsumen disodori pengakuan hutang dan kemudian dilakukan akad kredit.

Ada juga yang sebenarnya uang muka sudah dibayar lunas, tetapi plafond kredit yang diajukan tak disetujui full plafond oleh pihak bank. Saat diminta membayar tambahan (selisih) uang muka, konsumen tidak sanggup dan minta tempo beberapa bulan kedepan. Dan lagi-lagi akibat cashflow perusahaan sedang komat kamit, terpaksalah konsumen disodori pengakuan hutang dan kemudian dilakukan akad kredit.
 
Jadi penyebabnya sama, yaitu cashflow perusahaan sedang komat-kamit sehingga dipaksakan akad kredit supaya ada dana segar masuk. Dan yang terjadi, konsumen sulit ditagih karena ketidakmampuan mereka menjalankan kewajiban dobel, yaitu mengangsur ke bank dan mengangsur ke pengembang. Ketika dihadapkan pada pilihan yang sulit, kecenderungan konsumen adalah menjalankan kewajiban ke bank dan wanprestasi ke pengembang.

Tagihan macet Rp 270 juta di tahun 2011 milik 34 konsumen. Artinya setiap bulan selalu ada kondisi pengakuan hutang 3 konsumen. Mulai dari Rp 2 juta s/d 18 juta.

What??? Saya kaget ada yang nilai pengakuan hutangnya sampai dengan 18 juta untuk 1 orang konsumen. Padahal setahu saya uang mukanya saja cuma 15 jutaan per unit. Artinya nilai pengakuan hutangnya lebih besar dari uang muka normal. Ini benar-benar sebuah kebijakan yang deviasinya menyimpang jauh sekali. Terlalu dipaksakan demi menyelematkan cashflow yang sedang komat kamit.

Teman saya yang jabatannya GM tersebut minta pendapat ke saya apa yang harus dilakukan? Saya jawab sederhana; Jangan pernah lakukan itu lagi. Itu mengandung resiko tingkat tinggi. Saya sudah pernah mengalami periode buruk seperti itu di proyek-proyek yang saya kelola sebelumnya, dan strategi pengakuan hutang ini tak ada yang berakhir manis. Semua pahit. Resiko piutang tidak tertagih sangatlah besar. Paling banter 50% saja yang tertagih. Padahal secara legal kita tak memegang apapun, paling-paling menunda serah terima kunci saja yang bisa dilakukan.

Lebih baik menunda akad kredit dan memberi konsumen kesempatan melunasi uang mukanya atau menambah uang mukanya, baru dilakukan akad kredit. Biasanya Surat Persetujuan Kredit berlaku 1 s/d 2 bulan, dan bisa diperpanjang lagi. Andai sampai terjadi expired dan wajib diproses ulangpun ya dijalani saja ketimbang ambil resiko piutang tidak tertagih.

Lha bagaimana kalau cashflownya benar-benar sedang sekarat? Banyak kewajiban jatuh tempo yang harus dipenuhi. Jadi akan kredit beberapa orang konsumen adalah solusi satu-satunya. Tanya sang GM sambil memelas.

Apakah kamu ikut punya saham di perusahaan ini atau cuma menjadi profesionalnya saja? Dia menggeleng. Artinya dia bukan pemilik perusahaan.

Kalau cashflow perusahaan sedang komat-kamit jangan kamu yang jadi tumbal. Minta pemegang saham carikan bridging fund (dana talangan). Pasti mereka keberatan atau menolak. Saat itulah kamu berikan opsi dengan memberikan alternatif mengeksekusi akad kredit beberapa konsumen tapi mesti dilakukan pengakuan hutang. Jika direktur setuju, langsung sodorkan surat persetujuan kebijakan itu supaya direktur juga ikut memikul tanggung jawab jika sampai terjadi kemacetan. Jangan lupa ditulis bahwa ada resiko 50% piutangnya berpotensi gagal tagih (bad debt).

Meskipun begitu, sebagai profesional GM juga harus memberikan kontribusi kepada perusahaan dengan cara membuat kriteria administrasi yang harus dipenuhi untuk pengakuan hutang, misalnya;
- Maximal pengakuan hutang adalah 50% dari uang muka yang dibayarkan konsumen, atau max Rp 7,5 juta, tergantung jumlah mana yang lebih besar.
- Durasi penyelesaian pembayaran hutang maximal 3 bulan sejak pengakuan hutang ditanda-tangani.
- Lebih dari aturan yang ditentukan diwajibkan menyerahkan jaminan (BPKB atau Sertipikat)
- Menganalisa kemampuan finansial konsumen untuk membayar hutang. Jika meragukan lebih baik dibatalkan saja.

"Wah mantap. Coba kalau sejak dulu aku tahu strategi ini, pasti aku tidak dijadikan kambing hitam oleh direkturku, hehe .. Ngomong-ngomong ada strategi lain selain beberapa nasehat tadi?" tanya sang GM.

"Ada. Malah ini jurusnya lebih manjur. Yaitu; jangan sampai cashflow proyek komat kamit alias sekarat, sehingga tak perlu terjadi pengakuan hutang konsumen. Jualan yang banyak, konsumen diberi 'threatmen' dalam melengkapi berkas KPR, dll. Sorry konsultasi gratisan tak melayani pertanyaan-pertanyaan yang detail, wkwkwkwkwk ...."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

ShareThis