Seorang investor menanamkan investasinya sebesar 100 juta, dengan perjanjian berlaku fix return 30% dalam waktu setahun. Jadi sifatnya close management dan bertindak sebagai sleeping partner. Periodenya adalah Januari s/d Desember 2015.
Di bulan September (bulan ke 9 sejak investasi ditanam), dia menghubungi saya, bercerita bahwa suaminya opname di rumah sakit dan investasinya mau ditarik untuk biaya pengobatan. Mengingat ini statusnya darurat alias emergency, tentu saja saya bersedia memenuhi permintaannya. Waktu itu tidak ada omongan serta kesepakatan apapun. Lha saat telpon saja suaranya terdengar sedih dan pelan banget.
Saat tiba waktunya 12 bulan, dia menagih hasil
investasinya. Berhubung dia jadinya cuma berinvestasi selama 9 bulan dari 12 bulan yang direncanakan, maka saya berikan secara proporsional, yaitu (9/12 x 30%) x Rp 100 jt. Saya sudah kirim senilai Rp 22,5 jt.
Eh, ibu itu marah. Katanya saya melanggar janji dan tidak komitmen. Dia ngotot meminta hasilnya full 30 jt. Dia kemudian datang ke rumah memberikan copy bukti-bukti perawatan suaminya di rumah sakit. Ada kuitansi, foto rontgen, rekam medis dll. Saya tetap bertahan memberikan return secara proporsional.
Ibu itu gak terima. "Pak AW, anda gak punya peri kemanusiaan. Anda sudah saya beri bukti bahwa suami saya benar-benar opname di rumah sakit. Kenapa anda tetap memotong hasil investasi saya?"
Dengan tenang saya menjawab, bahwa jika saya tak punya peri kemanusiaan, maka saat ibu tersebut berniat menarik investasinya di bulan September, bisa saja saya tolak, karena janjinya ditanam 12 bulan. Tapi karena saya tahu beliau sedang dalam posisi emergency, maka meski cashflow proyek sejatinya belum mampu mengembalikan, saya tetap usahakan cari dari pos lain supaya investasi ibu tersebut bisa saya kembalikan untuk biaya pengobatan.
Jika saya jahat, mungkin hasil 22,5 jt pun tidak saya bayarkan, karena akad perjanjian kita berbunyi akan ditanam 12 bulan. Tak ada klausul bisa ditarik ditengah jalan. Bisa saja saya anggap ibu tersebut wanprestasi dan tidak berhak mendapat apapun. Ibu itu bersungut sungut.
Ibu itu menelpon saudaranya yang polisi dan ikut datang ke rumah saya. Saya setengah diintimidasi supaya membayar kekurangannya yang 7,5 juta. Saya tetap bertahan tidak mau. Ini bukan soal uang 7,5 juta yang tidak seberapa, tapi ini soal prinsip dan cara pandang mengenai hak dan kewajiban. Jika saya mengalah di kasus investasi 100 juta, bagaimana jika nanti terjadi di kasus investasi 1 atau 2 milyar?
Syukurlah ibu itu dan saudaranya yang polisi akhirnya mau pulang dari rumah saya walaupun tidak ada sesi jabat tangan dan senyum perpisahan.
Pelajaran yang bisa saya petik dari kasus ini adalah harus ada klausul yang mengatur mengenai tata cara soal hak dan kewajiban apabila terpaksa seorang investor menarik investasinya ditengah jalan sebelum proyek berakhir.
Pelajaran yang bisa saya petik dari kasus ini adalah harus ada klausul yang mengatur mengenai tata cara soal hak dan kewajiban apabila terpaksa seorang investor menarik investasinya ditengah jalan sebelum proyek berakhir.