Jin Properti - "Tanteee, takuuuut. Tanteee, takuuuuttt ...", seorang anak kecil menangis ketakutan tepat di kursi sebelah saya, ketika berlangsung pertunjukan film The Conjuring. Berisik sekali dan bikin gak konsentrasi. Saat itu adegannya ada anak perempuan sedang tidur dan kakinya ditarik-tarik oleh hantu penghuni rumah angker.
Film The Conjuring adalah sebuah film horor yang sangat menakutkan dan penuh kejutan. Suara sound yang tiba-tiba dan menggelegar seakan membuat jantung mau copot. Orang dewasa saja bisa sport jantung, apalagi anak kecil yang ada disebelah saya, perempuan usia 7-8 tahun. Entah kenapa tantenya mengajak dia menonton film horor tersebut.
Tak mungkin tantenya tidak tahu bahwa ini film horor. Lha gambar posternya saja sudah menakutkan. Ada boneka seram dipangku hantu wanita yang duduk di kursi malas. Background posternya hitam, lambang kematian, lambang ketakutan.
Melihat si tante dan seorang pemuda sibuk menenangkan anak perempuan tadi yang terus menangis, saya mengira mungkin si tante ini pamitnya mau pergi ke mall ajak keponakan, padahal diam-diam kencan sama cowoknya dan janjian nonton film. Keponakan diajak cuma buat alibi pacaran saja, hahaha ... Tapi kebangeten sekali anak 7 tahun diajak nonton film horor sampai menangis dan histeris ketakutan begitu.
Sobat properti, meski saya tak kenal produser film The Conjuring, tapi saya bisa menebak bahwa film ini menyasar SEGMEN market usia 13 tahun keatas, yang logika berpikirnya sudah rasional dan tahu membedakan mana film dan mana alam nyata. Soal usia, jenis kelamin, agama, tingkat pendidikan, mata pencaharian, serta ras calon penonton film tak jadi masalah karena harga tiket yang cuma 30.000/lembar mampu dibeli semua kalangan.
Lebih spesifik lagi, film ini menyasar TARGET market penonton yang menyukai genre film horor. Ini sudah menyangkut 'perilaku' dan psikografis dari calon penonton yang jadi target marketnya. Karena tak semua penonton menyukai genre ini. Ada yang lebih suka film science action, drama, komedi situasi, petualangan dll.
Setiap produk pasti diciptakan untuk menyasar SEGMEN dan TARGET tertentu. Ada yang menyasar market yang luas, ada juga yang menyasar market yang sempit bahkan khusus (niche market). Dalam kasus diatas, film The Conjuring diproduksi untuk penonton usia 13 tahun keatas yang suka genre horor. Makanya kalau memaksakan anak umur 7 tahun nonton, jangan kaget si anak histeris ketakutan.
Sobat properti, begitupun yang harus anda lakukan dalam menciptakan produk properti yang akan anda pasarkan, anda harus tahu SEGMEN pasar yang dituju, dan TARGET pasar yang dipilih. Jangan rancu soal Segmen dan Target, keduanya hampir sama, tetapi Target lebih mengerucut. Segmen agak bersifat umum, sementara Target lebih spesifik.
Biasanya menetapkan Segmen dan Target diperinci berdasarkan GEOGRAFIS (daerah), DEMOGRAFIS (usia, jenis kelamin, mata pencaharian, agama, ras, tingkat pendidikan, besar penghasilan dll), dan juga PSIKOGRAFIS (minat, hobby, kebiasaan, perilaku dll).
Ketika saya punya rencana membangun dan memasarkan produk KOKOSTEL (toko + kost fasilitas hotel) di Yogya, saya juga menetapkan SEGMEN serta TARGET market yang akan saya bidik, yaitu;
GEOGRAFIS ; Seluruh Indonesia, bukan hanya Yogya dan sekitarnya, karena ini produk investasi (bukan untuk dihuni sendiri).
DEMOGRAFIS ; pria/wanita, semua ras, semua agama, pendidikan D3 keatas, usia 30 tahun keatas (sudah mapan secara karir dan ekonomi), pengusaha, eksekutif, manager, penghasilan > 20 juta sebulan, punya tabungan minimal 250 juta (untuk bayar uang muka).
PSIKOGRAFIS ; suka investasi, pemburu pasive income, wawasan global (tahu bahwa Yogya adalah kota pelajar sekaligus kota wisata).
Perincian yang saya sebutkan diatas sudah agak mengerucut dan spesifik, jadi anda boleh sebutkan bahwa itu adalah TARGET Market. Tapi tak mungkin ada target market jika sebelumnya belum ada SEGMEN Market. Darimana saya bisa menyebut usia 30 tahun keatas sebagai target market saya? Karena sebelumnya di phase segmentasi mungkin saya menulis bahwa segmen yang dibidik adalah lulusan D3 dengan asumsi sejak usia 22 tahun sudah mulai kerja, dan setelah berkarir 8 tahun dianggap sudah menemukan karir yang mapan dan memiliki penghasilan yang cukup.
Kenapa saya sebutkan target market yang memiliki penghasilan diatas 20jt/bulan? Karena kami menjual produk harga 860 jutaan. Jika konsumen membayar UM 260 juta, berarti sisanya plafond kredit 600 juta. Dengan asumsi ambil KPR tenor 15 tahun, besar angsuran KPR kisaran 6,4 juta/bulan. Dan untuk itu diperlukan syarat penghasilan 3 x 6,5 = 19,5 juta/bulan.
Tak perlu saya jelaskan lebih panjang. Substansinya adalah bahwa anda mesti menentukan siapa target market produk anda, supaya anda tahu kemana anda akan mencarinya. Mustahil anda mau berburu jika tidak tahu dimana obyek buruannya berada. Jika anda mencari konsumen berpenghasilan 20 juta/bulan, mana mungkin anda cari buruh pabrik atau guru Sekolah Dasar. Pasti anda mencari individu yang suka main golf atau naik motor gede atau pengusaha yang punya bisnis sendiri.
Gunanya membuat Segmentasi dan Targeting adalah supaya kita bisa menyajikan produk yang tepat, dan memilih promosi yang tepat guna menjangkau Target Market yang kita tentukan. Jika kita tidak melakukan Segmentasi - Targeting, kita tidak punya acuan harus melakukan apa dan menyasar siapa akibat sasarannya terlalu luas dan terlalu umum.
Semoga bisa dipahami perihal Segmentasi dan Targeting ini ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.