ANTARA IKAN DAN UMPAN KAIL
Ada yang hobbynya memancing ikan? Entah itu di sungai, di laut, ataupun di danau. Yang pasti bukan memancing ikan dari atas pesawat seperti gambar diatas ya ...
Yang namanya memancing ikan, sudah pasti besaran umpan yang dipasang di mata kail tak mungkin lebih besar dari besarnya ikan yang akan dipancing. Bagi seorang pemancing, dengan umpan yang kecil dia berharap mampu mendapatkan ikan yang besar.
Jaman saya kecil dulu seringnya memancing ikan lele di sungai dengan umpan berupa cacing tanah yang direndam dulu di kuningan telur bebek. Baunya amis, tapi ini santapan lezat bagi ikan lele. Tak sampai 30 menit, biasanya umpan sudah disambar oleh ikan lele, dan tinggal disentak tali senarnya, maka seekor ikan lele yang mulutnya sudah terkait mata kail ikut terangkat keatas dan menggelepar tak berdaya.
Pernahkah anda memancing dengan umpan cacing yang besarnya melebihi ikan lele? Pasti tidak pernah bukan? hehehe ... Dimana-mana yang namanya memancing pasti umpannya lebih kecil dari obyek yang mau dipancing.
Sobat properti, didalam bisnis properti, jika target laba saya analogikan sebagai ikan lele yang mau dipancing, maka umpan cacing saya analogikan sebagai modal kerja yang harus kita keluarkan. Artinya untuk memancing laba, kita mesti memakai umpan berupa modal kerja. Banyak yang bertanya, seberapa besar modal kerja yang harus kita keluarkan untuk mengembangkan sebuah proyek agar laba yang kita targetkan bisa diraih??? Masing-masing perusahaan punya formula tersendiri. Akan tetapi di artikel ini saya ingin membagikan formula yang selama ini saya pakai, yaitu JURUS 1 2 3.
JURUS 123 bisa didefinisikan sebagai berikut: Jika kita keluar modal 1, harus dapat laba 2, dalam waktu 3 tahun. Jika kita keluar modal 1 milyar, harus dapat laba 2 milyar dalam waktu 3 tahun. Artinya laba 200% dalam waktu 3 tahun, atau kisaran 65% pertahun. Jika proyek yang akan kita kembangkan memenuhi kriteria ini, barulah masuk kategori layak dikembangkan dan bisa dieksekusi. Jika Teori 123 tidak terpenuhi, maka tinggalkan saja peluang ini karena tidak menarik secara bisnis.
Sobat properti, ketika kita sudah berhasil mendapatkan kesepakatan tentang harga tanah per meter persegi melalui JURUS TAICHI MASTER, dan kemudian berhasil menyepakati komposisi pembagian laba melalui JURUS BEDAH RUMAH, maka jurus ketiga yang akan kita keluarkan saat negosiasi dengan pemilik tanah adalah JURUS 123 ini. Ingat ya, jangan terbalik-balik. Karena kalau urutannya dibalik, bisa-bisa pemilik tanah menolak deal yang kita negosiasikan.
Ketika kita sedang menerapkan jurus Taichi Master dan Jurus Bedah Rumah, pastinya pemilik tanah belum tahu berapa besar modal yang akan kita keluarkan. Setelah 2 item (harga satuan tanah dan komposisi laba) disepakati, barulah kita pakai analogi soal ikan dan umpan kail (lele dan cacing tanah) seperti ilustrasi diatas. Sampaikan bahwa skala investasi haruslah terukur. Jadi meski kita memposisikan diri sebagai mitra yang memiliki modal dan keahlian di bisnis properti, bukan berarti modalnya tak terbatas.
Konyol banget jika (misalnya) untuk memancing laba sebesar 1 milyar, kita harus mengeluarkan modal 3 milyar dalam waktu 2 tahun. Jelas itu tidak feasible. Ini bukan masalah kita mampu atau tidak mampu menyediakan modal sebesar itu, tetapi masalahnya adalah bahwa setiap 1 sen investasi yang kita tanamkan harus mendapatkan hasil yang memuaskan dan menarik. Oh ya, saat kita berhadapan dengan pemilik tanah, posisi anda adalah calon mitra yang memiliki keahlian dan seolah-lah juga memiliki modal kerja. Soal ternyata nantinya kita akan menggandeng MPM (Mitra Pemilik Modal) lagi, itu urusan lain.
Saya biasanya memakai rumus sederhana yaitu hanya mau berjanji bakal mengeluarkan modal kerja maksimal sebesar 50% dari potensi laba. Misal potensi laba bagian kita hanya 1 milyar, maka modal kerja maksimal yang bisa saya keluarkan adalah maksimal 500 juta saja. Kenapa kita mesti membatasi modal kerja? Tujuannya supaya pemilik tanah tidak memasang ekspektasi yang berlebihan. Ingat ya, rasio 50% adalah terhadap potensi laba bagian kita, bukan terhadap laba proyek keseluruhan yang masih harus dibagi kepada pemilik tanah.
Saya pernah punya pengalaman tak enak seperti ini:
Saya membangun rumah contoh 2 unit, pemilik tanah mencibir katanya saya kurang bonafid. Kalau bonafid membangunnya langsung 1 blok sekaligus. Ampun pakdhe ... !!!
Saya membuat jalan hanya di 1 ruas saja, pemilik tanah ngomel-ngomel minta seluruh lokasi langsung diselesaikan jalannya supaya konsumen bisa berkunjung sampai belakang. Ampun budheee ....!!!
Kenapa MPT (Mitra Pemilik Tanah) mencibir ke saya? Karena dia punya ekspektasi yang berlebihan terhadap saya. Dia hanya tahu bahwa saya berjanji menyediakan modal kerja, jadi semua harus dikerjakan dan dimodali. Dia tak mau tahu bahwa jika laba yang saya kejar hanya 1 milyar, tak mungkin saya mengeluarkan modal melebihi 500 juta. Itulah alasan kenapa SKALA INVESTASI HARUS DIBATASI. Supaya pemilik tanah tidak mencibir ke kita akibat punya ekspektasi yang berlebihan, juga supaya rasio antara modal terhadap laba masih menggiurkan.
Jika Jurus 123 yang substansinya adalah deklarasi mengenai besaran modal kerja yang akan kita tanamkan ini berhasil disepakati dengan pemilik tanah, maka implementasinya adalah kita bisa memasukkan 1 klausul penting didalam perjanjian seperti contoh klausul berikut ;
"Apabila PIHAK KEDUA telah menyertakan modalnya sesuai dengan komitmen yang disepakati di awal perjanjian ini, dan ternyata nantinya didalam perjalanan proyek belum mampu mencukupi kebutuhan cashflow yang diperlukan didalam menjalankan kewajiban-kewajiban pembayaran kepada pihak lain, maka PIHAK PERTAMA (pemilik tanah) setuju lahannya akan diagunkan ke perbankan guna mendapatkan kredit konstruksi, dengan beban bunga ditanggung secara proporsional."
Nah, itulah implementasinya jika JURUS 123 berhasil disepakati, yaitu kita bisa "memaksa" pemilik tanah secara tidak langsung agar bersedia lahannya diagunkan, demi kepentingan bersama. Dan klausul ini hanyalah opsi terakhir jika ternyata modal kerja yang kita sediakan tidak mencukupi. Selama perputaran cashflow yang ada mampu mencukupi, maka opsi mengagunkan tak perlu dilaksanakan.
Oke??? Semoga bisa dipahami ...
AriWibowoJinProperti.blogspot.com merupakan blog pribadi Ir. Ari Wibowo (AW Jin Properti) yang berisi tips trik seputar bisnis properti, yang disampaikan dengan humor namun serius.
Cari Artikel Menarik Disini
Rabu, 23 Juli 2014
Selasa, 22 Juli 2014
DILEMA CEWEK BERTATOO
JATUH CINTALAH PADA BISNISNYA
Seorang keponakan yang sejak kecil sudah dekat dengan saya sering curhat hal-hal yang seru dengan saya, yaitu soal cewek. Dia anggap saya sudah seperti temannya sendiri, meski saya adalah pamannya.
Om, saya naksir cewek keren nih. Wajahnya cantik, kulitnya putih kinclong, dan kalau tertawa giginya bersinar-sinar. (Aduuuh, kok malah mirip iklan pasta gigi)
Sayangnya cewek ini yang naksir banyak om, dan punya kebiasaan buruk, yaitu suka merokok dan nongkrong ramai-ramai di cafe dengan temannya. Gaya hidupnya mirip sosialita yang suka kumpul-kumpul dan happy-happy. (Saat bercerita soal ini wajah keponakan agak buram)
Ternyata dia melanjutkan lagi curhatnya.
Yang paling nyesek om, ternyata di punggung belakangnya ada tatoo. Saya paling gak suka lihat cewek perokok, eh ini ditambah bertatoo pula. Sayang sekali ya om, cantik tapi perokok dan bertatoo. Dilema sekali buat saya.
Saya hanya tersenyum melihat curhatnya. Remaja jaman sekarang masih kecil-kecil sudah ngerti pacaran ya? Hehehee ...
Saya cuma memberi nasehat simpel kepada keponakan, yaitu; "Jangan hanya tertarik kepada wajahnya, tapi tertariklah kepada pribadinya. Jika ternyata karakter dan kepribadiannya tidak pas dihati, ya lupakan saja. Wajah cantik tapi kepribadian payah, bikin nyesek seumur hidup lho ....."
Hahhahahaa, kami tertawa bersama.
Sobat properti, seseorang (eks murid workshop) menghubungi saya via telepon dan minta konsultasi. Ceritanya dia naksir berat pada sebuah lahan luasan 3000 m2 yang terletak persis dibelakang sebuah perumahan elite. Akses bagus dekat jalan raya, lahannya datar, bentuknya kotak, dan sudah bersertipikat. Bahkan kabarnya didepan lahan itu persis bakal dibangun RS Hermina.
Masalahnya, pemilik lahan minta 4 juta/m2 dan bayarnyapun cash, tak mau dibayar bertahap sesuai dengan skim yang saya ajarkan di workshop. Juga harganya tak boleh ditawar lagi. Jadi lahan 3000 m2 tersebut harus dibayar tunai 12 milyar.
Murid workshop tersebut minta advise ke saya, bahkan meminta tolong dicarikan investor. "Lahannya sangaaaaaat bagus lho, suhu .... Sayang kalau sampai diambil orang lain," kata dia.
Berhubung saya sedang tidak senggang waktu, maklum dia telpon jam 7 pagi ketika saya baru saja mau sarapan, maka sayapun langsung menjawab dengan to the point saja.
Begini; JANGAN PERNAH TERTARIK DENGAN OBYEKNYA, TAPI TERTARIKLAH DENGAN BISNISNYA. Menurut saya kalau memang anda tidak punya modal, meminati lahan seharga 12 M yang harus dibayar kontan hanya buang-buang energi. Itu baru bayar tanah, belum untuk bayar pajak, legal, perijinan, modal kerja dan lain-lain. Bisa-bisa dibutuhkan 14-15 M guna mengeksekusi lahan tersebut.
Seandainya kita bisa mengundang investor dengan investasi sebesar itu, pastinya permintaan dan ekspektasi laba dari pemodal juga sangat besar. Saya mudah cari investor, tapi rata-rata mereka tertarik jika laba pertahun kisaran 40 - 60% dari modal yang ditanamkan. Jika laba dibawah itu mereka tidak tertarik.
Target laba yang besar bakal membebani harga jual produk properti yang kita pasarkan. Dan harga yang mahal membuat produk kita tidak kompetitif alias tidak laku.
Jadi saran saya lepas saja peluang tersebut. Jangan tertarik dengan obyeknya, tapi tertariklah dengan bisnisnya. Kalau dipaksakan, bisa-bisa kita hanya kerja bakti saja karena semua laba harus disetorkan kepada investor. Karena memberi modal banyak membuat investor juga mengambil laba yang banyak.
Bisnis properti memang bisnis yang padat modal. Dan modal terbesar habis dipakai untuk pengadaan lahan alias membeli tanah. Jadi solusi paling jitu guna mensiasati hal ini adalah dengan cara membeli tanah secara bertahap atau syukur-syukur bekerjasama. Jika modal yang diperlukan tidak besar, maka ekspektasi laba yang diminta oleh pemodal juga tidak besar. Masih ada sisanya yang lumayan buat kita.
Ingat, di artikel ini saya memposisikan anda sebagai orang yang tidak punya tanah dan tidak punya modal, jadi resep jitunya adalah memperoleh lahan dengan skim yang lunak. Barulah ada OPPORTUNITY yang bisa kita garap dengan cara membuat Bussines Plan yang dijajakan kepada para pemodal.
Kesimpulannya? Jangan hanya tertarik dengan wajahnya saja, tapi kenali juga kepribadiannya. Jangan hanya tertarik dengan obyeknya, tapi tertariklah dengan bisnisnya.
Lebih baik anda dapat tanah tidak strategis (tapi jangan terlalu parah ya, harus masuk kategori layak dikembangkan), tapi harganya murah dan bayar DP hanya 5% langsung bisa dibalik nama ke perusahaan kita. Kalau dapat deal semacam ini, pasti bagus bisnisnya. Karena untuk eksekusi kita hanya butuh modal kecil, dan mudah cari pemodal. Bagian kitapun masih besar, kisaran 30 s/d 50%. Yang beginian baru mantap bro.
Ya ampun, saya malah lupa 1 hal yang seharusnya saya tanyakan kepada keponakan saya. Darimana dia tahu di punggung cewek tersebut ada tatoonya????
Selasa, 01 Juli 2014
BELAJAR DARI IKLAN SIRUP
MEMANFAATKAN MOMENTUM
Sadarkah anda bahwa mendekati bulan Ramadhan dan tentunya di bulan Ramadhan itu sendiri, mendadak iklan sirup banyak bermunculan di televisi? Padahal sebelumnya di hari-hari biasa jarang banget nongol iklan sirup di televisi.
Dan nantikan saja kemunculan iklan teh botol merk tertentu yang biasa tampil di bulan Ramadhan dengan tagline kondangnya "berbukalah dengan yang manis ....".
Kenapa mereka baru muncul di bulan Ramadhan?? Itu adalah MOMENTUM. Siapapun tahu bahwa setelah berpuasa seharian, tubuh memerlukan asupan energi dalam hidangan pembukanya. Dan lazimnya energi itu didapat dengan mengkonsumsi hidangan yang manis-manis dan segar.
Kolak, es sirup, teh botol, dan hidangan manis segar lainnya yang mengandung banyak kalori adalah menu wajib di bulan puasa. Jadi kebutuhan konsumsi yang manis-manis di masa itu lebih besar. Ketika DEMAND sedang tinggi, maka saat itulah SUPPLY harus tersedia. Ini hukum permintaan dan penawaran.
Sobat properti, saya tahu persis bahwa Yogya adalah kota pelajar dan kota wisata. Hari Selasa tanggal 22 Juni 2014 adalah tanggal dimana UGM menggelar ujian tulis (utul) mandiri. Pesertanya ribuan calon mahasiswa yang datang dari berbagai kota. Sejak hari Sabtu di jalanan kota Yogya sudah penuh sesak mobil-mobil dari luar kota. Hotel-hotel juga penuh tamu, baik wisatawan murni yang sedang liburan dengan anaknya, ataupun para ortu yang ikut mengantar anaknya ikut utul mandiri.
Itu adalah momentum buat saya mengerahkan sales force. Mereka disebar ke berbagai titik lokasi yang dianggap menjadi sentra berkumpulnya para pendatang. Yaitu di tempat kuliner, dan di parkiran seputaran kampus. Disana mereka menebar flyer kepada tamu restoran, dan juga menyelipkan flyer ke wiper mobil luar kota yang sedang parkir.
Ini namanya 'blind opportunity'. Semacam memberondongkan amunisi ke sekumpulan obyek sasaran. Bisa kena syukur, kalau luput semua ya tidak masalah. Yang penting berani menembak. Tanpa keberanian menembak, maka tak ada kemungkinan mendapatkan korban.
Kalau istilah saya ketika memotivasi sales force adalah memakai teori MENEBAR JALA. Doktrin saya adalah tebarkan jala kemana-mana. Menebar jala ke tempat-tempat yang diduga terdapat ikannya. Mungkin jala kita tak selalu mendapat hasil tangkapan, tapi setiap tebaran jala selalu memiliki harapan mendapat ikan. Berani menebar jala, ada kemungkinan mendapat ikan. Tanpa menebar, tak ada kemungkinan mendapat ikan.
Memanfaatkan MOMENTUM sama artinya dengan menebar jala ke tempat yang diduga banyak ikannya. Tanpa adanya momentum, bukan berarti tak melakukan aktivitas tebar jala. Menebar jala setiap hari tanpa henti, adalah doktrin untuk semua sales properti.
Langganan:
Postingan (Atom)