BETULKAH MERINTIS BISNIS PROPERTI SEBAGAI PENGEMBANG BENAR-BENAR GAMPANG??? Silahkan simak jawabannya disini : http://bukupengembangproperti.blogspot.com/2012/03/merintis-bisnis-properti-sebagai.html

Cari Artikel Menarik Disini

Rabu, 14 Desember 2011

MELIHAT BINI SEPERTI KARUNG GONI


MELIHAT BINI SEPERTI KARUNG GONI 

ARIWIBOWOJINPROPERTI.BLOGSPOT.COM - Seorang teman di komunitas properti suatu malam menelpon saya dan curhat bahwa dia sedang stres berat dan sudah 2 hari terakhir susah tidur. Makan tak enak tidur tak nyenyak. Lihat bini seperti melihat karung goni. Dia bercerita dengan serius dan nada suaranya menunjukkan pikirannya sedang galau tingkat tinggi.

Saya yang kebetulan belum ngantuk kemudian mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Rupanya dia baru saja membeli lahan seluas 3 ha yang terletak ditepi sungai Kripik di Semarang. Lokasinya dekat dengan berbagai fasilitas umum, dengan view sungai yang bagus. Rencananya proyek itu akan dinamai River Park, menyasar segmen midle up.

Harga lahan Rp 150.000/m2. Lahannya simetris, dengan dimensi kisaran 300 x 100 m, dimana sisi yang 300 m berhimpit dengan sungai. Total harga lahan 4,5 milyar dibayar cash karena teman saya dapat funder dari temannya main golf. Lahannya sudah punya Ijin Lokasi terbitan tahun 1999. Makanya secara legal yang dibeli teman saya adalah PT nya, sehingga asetnya otomatis berpindah tangan.

Desain siteplan sudah dibuat, dan stafnya sedang mengajukan ijin KRK (Keterangan Rencana Kota) alias pengesahan siteplan ke Pemkot. Betapa terkejutnya dia saat mendapat laporan dari stafnya bahwa berdasarkan surat dari BBWS (Balai Besar Wilayah Sungai) ke Dinas Tata Kota, disebutkan bahwa lahannya terkena ketentuan GSS (Garis Sempadan Sungai) selebar 100 meter.

"Astaga, kena GSS 100 meter sama saja seluruh lahanku tak bisa dikerjakan sebagai perumahan. Lha ini beli lahan 4,5 milyar cuma bisa buat berkebun atau ternak lele benar-benar musibah buatku. Aku bisa digorok lehernya oleh investorku ..", katanya dengan nada gemetar.

Saya katakan, tenang saja. Saya punya pengalaman di bidang beginian. Besok saya datang ke proyekmu untuk mensurvei lokasi, begitu kata saya menenangkan dia sekaligus menutup telepon karena sudah mulai mengantuk.

Esoknya saya datang ke lokasi miliknya. Saya lihat lebar sungai disana secara existing tak sampai 30 meter. Saya beritahu teman saya bahwa GSS 100 meter hanya berlaku jika bibir sungai dibiarkan natural alami, dimana ada potensi terjadi abrasi. Kalau diberikan perkuatan permanen berupa dinding penahan tanah atau bronjong batu kali sepanjang bibir sungai, maka GSS nya bisa ditoleransi hanya 15 meter saja, bukan 100 meter.

"Apa benar bisa begitu?" tanya teman saya dengan mata berbinar. Seakan melihat secercah harapan timbul.

Saya bantu dia membuatkan surat permohonan rekomendasi ke BBWS, dilampiri surat pernyataan kesanggupan membangun dinding penahan tanah atau memasang bronjong batu kali sepanjang 300 meter di tepi sungai, supaya hanya dikenai aturan GSS selebar 15 meter saja.

Saya juga bantu buatkan estimasi biaya bahwa 1 meter lari bronjong batu kali memakan budget kisaran Rp 800.000. Jadi jarak 300 meter akan memakan budget kisaran 240 juta. Itu asumsi bronjong batu kali dimensi 50 x 100 x 200 cm sejumlah 2 lapis.

Tak sampai 2 minggu sejak saya berkunjung ke proyeknya, dia memberi kabar bahwa surat rekomendasi dari BBWS sudah turun, kemudian diserahkan ke Dinas Tata Kota, yang output finalnya adalah KRK bisa terbit dengan dikenai GSS 15 meter saja.

Selamat deh proyeknya senilai 4,5 milyar. Dan yang jelas dia sudah bisa makan enak, tidur nyenyak, dan tak melihat bininya seperti karung goni lagi.

1 komentar:

  1. Mantab.. begini deh klo pengalaman empirisnya sdh bejibun, segala macem persoalan.. boss AW paham. thx sharingnya boss

    BalasHapus

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

ShareThis