BETULKAH MERINTIS BISNIS PROPERTI SEBAGAI PENGEMBANG BENAR-BENAR GAMPANG??? Silahkan simak jawabannya disini : http://bukupengembangproperti.blogspot.com/2012/03/merintis-bisnis-properti-sebagai.html

Cari Artikel Menarik Disini

Kamis, 19 Januari 2012

HANA PENG HANA INONG


HANA PENG HANA INONG

ARIWIBOWOJINPROPERTI.BLOGSPOT.COM - Ada peribahasa; ada uang abang disayang, tak ada uang abang ditendang. Di dunia yang serba matre saat ini, istilah itu sangat masuk di akal. Dalam bahasa Aceh; hana peng hana inong. Arti harfiahnya; tak ada uang tak ada wanita. Tapi dalam konteks umumnya bisa diartikan sama dengan ungkapan 'Ada uang abang disayang, tak ada uang abang ditendang'.

* * *

Sobat properti, pernahkah anda berpikir bagaimana cara sistem penggajian dan bonus yang bisa memacu produktivitas karyawan di proyek kita, sekaligus memproteksi agar tidak sampai terjadi overbudget terhadap rencana pengeluaran proyek, khususnya OHC Gaji Karyawan?

Saya baru saja merencanakan sebuah sistem penggajian yang mengkaitkan besarnya income seorang karyawan dengan pemasukan perusahaan. Artinya pendapatan karyawan berbanding lurus dengan pemasukan yang terjadi ke rekening perusahaan. Dengan demikian jika pemasukan ke kas perusahaan kecil, karyawan akan ikut merasakan 'tight money' alias income pas-pasan. Tapi saat pemasukan ke kas perusahaan sedang melimpah ruah, maka rekening karyawan juga ikutan gendut. Ini sistem penggajian yang memacu produktivitas karyawan.

Hampir mirip dengan ungkapan 'Hana Peng Hana Inong' kan? Ada uang karyawan disayang, tak ada uang karyawan dan perusahaan bernasib malang. Adilkah? Adil. Karena sama-sama bernasib malang jika sedang tak ada uang. Bisa disebut tak adil jika banyak uang masuk ke rekening perusahaan, tetapi karyawan dipaksa bernasib malang.

Sebelum menerapkan konsep tersebut, ada 2 hal yang jadi acuan dan batasan, yaitu;

#1. Terapkan konsep anak ayam. Penjualan hanya dianggap mengumpulkan telur ayam. Dan perusahaan tidak butuh telur ayam melainkan butuh anak ayam. Jadi telur ayam itu mesti dierami dulu sampai dengan menetas. Yang dibutuhkan perusahaan adalah akad kredit (KPR) konsumen. Karena adanya akad kredit akan berlanjut dengan pencairan sejumlah uang ke rekening perusahaan. Jadi 1 poin produktivitas = 1x realisasi akad kredit.

#2. Pakai asumsi bahwa 5 bulan pertama sejak proyek dimulai, peristiwa telur menetas belum terjadi. Jadi selama produktivitas karyawan belum bisa dinilai secara kuantitatif, mereka tetap digaji sebagaimana umumnya, yaitu terima gaji bulanan. Sebagai contoh; Tommy yang jabatannya Project Officer mendapatkan gaji bulanan Rp 2 juta. Bulan ke 1 s/d ke 5, Tommy terima gaji bulanan. Tetapi bulan ke-6 dst sampai proyek selesai, Tommy terima income berdasarkan point produktivitasnya.

Setelah 2 acuan dan batasan diatas ditetapkan, maka tahapan berikutnya adalah sbb;

#3. Tetapkan nilai point produktivitas seorang karyawan berdasarkan nominal tertentu. Ambil asumsi dengan rumus berikut;

Point Produktivitas = [gaji bulanan x sisa umur proyek x 140%] : jumlah total unit yang dipasarkan.

Jika sisa umur proyek dimana Tommy bergabung adalah 13 bulan (catatan; 5 bulan yang sudah berjalan tidak dihitung lagi), maka Point Produktivitas Tommy adalah = [Rp 2 juta x 13 bulan x 140%] : 100 unit = Rp 364.000/unit.

Kenapa mesti dikalikan 140%? Karena 100% adalah gaji bulanannya, dan extra 40% adalah bonus atas jasa produksi yang dibukukannya. Ini sudah gabungan gaji dan bonus.

Jika Tommy sudah tahu bahwa point produktivitas dia adalah Rp 364.000/unit, maka dia bisa menghitung sendiri berapa pendapatan yang harus dia peroleh mulai bulan ke 6 dan seterusnya. jika Tommy mentargetkan 1 bulan bisa menetas anak ayam 10 ekor alias terjadi 10x realisasi akad kredit, maka Tommy akan mendapatkan income Rp 364.000 x 10 unit = Rp 3.640.000.

Kenapa sistem ini menguntungkan perusahaan? Karena semua karyawan akan bahu membahu dan bekerja sama mengejar realisasi akad kredit. Maklum saja, pendapatan mereka tergantung dari berapa banyak realisasi akad kredit. Pasti mereka bekerja keras mengejar realisasi akad kredit.

Perusahaan untung karena semua karyawan termotivasi memacu produktivitas. Dan saat produktivitas sedang rendah, maka kewajiban perusahaan kepada karyawan juga rendah. Coba bandingkan jika income karyawan tidak dikaitkan langsung dengan produktivitas, bisa-bisa akad kredit tidak ada tapi akhir bulan perusahaan tetap bayar gaji karyawan.

Dengan menetapkan sistem point produktivitas seperti ini, maka sebenarnya OHC Gaji Karyawan sudah bukan lagi menjadi variabel cost, tetapi sudah menjadi fix cost. Seandainya umur proyek molor, maka perusahaan tak ada pembengkakan dari pos budget gajinya. Semua sudah dikunci dalam nilai tetap. Jika proyek selesai lebih cepat, maka karyawan happy karena jumlah income bulanan yang diterimanya pasti jauh diatas rata-rata gaji bulanan dia dalam sistem pengganjian normal.

Berani mencoba? Jangan lupa sediakan THR karena hak THR karyawan belum dimasukkan dalam perhitungan diatas. Biarkan sistem ini mendidik karyawan anda bermental entrepreneur. Ada uang karyawan disayang, tak ada uang karyawan bernasib malang. Kesadaran akan kondisi ini akan membuat semua karyawan memacu produktivitasnya setinggi mungkin. (25DCAE68)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

ShareThis